Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Erupsi Gunung Anak Krakatau, Aktivitas Masih Fluktuatif hingga Arah Semburan Debu Vulkanik

Kompas.com - 04/01/2019, 16:12 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Khairina

Tim Redaksi

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menemukan retakan baru di badan Gunung Anak Krakatau.

Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, retakan tersebut muncul setelah gunung mengalami penyusutan dari sebelumnya 338 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi hanya 110 mdpl.

"Pantauan terbaru kami lewat udara, gunung sudah landai, asap mengepul dari bawah air laut. Tapi di badan gunung yang tersisa di permukaan, ada celah yang mengepul terus mengeluarkan asap, celah itu pastinya dalam, bukan celah biasa," kata Dwikorita, di Posko Terpadu Tsunami Selat Sunda, Labuan, Kabupaten Pandeglang, Selasa (1/1/2019).

Menurut Dwikorita, pihaknya khawatir lantaran kondisi bawah laut Gunung Anak Krakatau saat terdapat jurang di sisi barat hingga selatan.

"Yang kami khawatirkan di bawah laut curam, di atas landai. Jika retakan tersambung, lalu ada getaran, ini bisa terdorong, dan bisa roboh (longsor)," ujar dia.

Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Berstatus Siaga, Pelayaran di Selat Sunda Diminta Waspada

4. BMKG: Waspadai zona 500 meter di sekitar pantai

Terkait longsor susulan yang terjadi di Gunung Anak Krakatau, Diwkorita tetap mengingatkan warga untuk waspada saat berada di zona 500 meter di sekitar pantai.

"Jika ada potensi tsunami, tentu harapannya tidak seperti yang kemarin, namun kami meminta masyarakat untuk waspada saat berada di zona 500 meter di sekitar pantai," kata dia.

Seperti diketahui, volume longsor susulan tersebut lebih kecil dari longsoran yang menyebabkan tsunami pada 22 Desember 2018 lalu yang sekitar 90 juta kubik volume longsoran.

Namun, untuk mengantisipasinya, BMKG memasang alat berupa sensor pemantau gelombang dan iklim.

Sensor tersebut dipasang di Pulau Sebesi yang jaraknya cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau.

Alat tersebut akan bekerja memantau pergerakan gelombang dan cuaca yang disebabkan aktivitas Gunung Anak Krakatau. Jika ada gelombang yang mengalami fluktuasi tinggi, sensor akan mengirim sinyal ke pusat data yang terhubung.

"Secara paralel akan mengabarkan BMKG Jakarta, BPBD, dan polda, akan diketahui lebih cepat jika ada gelombang tinggi seperti tsunami, jadi ada peringatan dini lebih cepat untuk masyarakat," pungkas dia.

Baca Juga: BMKG Temukan Retakan Baru di Gunung Anak Krakatau, Masyarakat Diminta Waspada Tsunami Susulan

5. Debu vulkanik mengarah ke Pulau Jawa

Wilayah Anak Gunung Krakatau di Selat Sunda, LampungGoogle Maps Wilayah Anak Gunung Krakatau di Selat Sunda, Lampung

Debu vulkanik hasil erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda disebut tengah mengarah ke Pulau Jawa akibat terdorong angin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com