Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepanjang 2018, BKSDA Maluku Gagalkan Penyelundupan Satwa Ilegal Senilai Rp 1,7 Miliar

Kompas.com - 03/01/2019, 19:31 WIB
Rahmat Rahman Patty,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


AMBON, KOMPAS.com - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku menyelamatkan ribuan tumbuhan dan stawa yang dilindungi sepanjang tahun 2018, dengan total nilai Rp 1,7 miliar.

Jumlah tumbuhan dan stawa dilindungi yang diselamatkan BKSDA Maluku sepanjang tahun 2018 sebanyak 1.189 jenis, yang terdiri dari 1.177 ekor satwa jenis burung, 7 tanduk rusa, 5 butir telur burung gosong, 4 rumpun akar bahar, dan 2 rumpun anggrek.

BKSDA juga menyelamatkan alap-alap cokelat, junai mas, elang bondol, elang laut perut putih, burung kasuari, monyet ekor panjang, penyu hijau, penyu belimbing, ikan paus sperma, walik kembang dan tikusan tukar, 80 kg kayu gaharu, 15 kg opsetan tanduk rusa, 50 kg nautilus berongga, dan 20 lembar kulit buaya.

Baca juga: BKSDA Maluku Selamatkan 1.177 Ekor Satwa Dilindungi Sepanjang 2018

Kepala BKSDA Maluku Mukhtar Amin Ahmadi mengungkapkan, nilai kerugian dari upaya penyelundupan satwa yang dilindungi di Maluku dan Maluku Utara sangatlah tinggi akibat maraknya kegiatan penyelundupan secara ilegal di wilayah itu.

“Nilai kerugian yang ditimbulkan dari maraknya kegiatan peredaran satwa secara ilegal ini terhitung sangatlah besar, terutama jika dilihat kerugian dari segi ekologisnya,” ungkap Mukhtar, kepada Kompas.com, Kamis (3/1/2019).

Dia mengatakan, secara ekologi, tumbuhan dan satwa tersebut merupakan salah satu mata rantai kelestarian ekosistem yang mana jika ada salah satu bagian dari rantai ekosistem tersebut mengalami gangguan, maka akan berpengaruh terhadap ekosistem yang lainnya.

“Sedangkan jika dilihat dari segi ekonomi, peredaran tumbuhan dan satwa ilegal yang berhasil digagalkan dalam kurun waktu tahun 2018 mencapai Rp 1.799.025.000, itu uang hasil peredaran satwa secara illegal,” terang dia.

Dia mengungkapkan, peredarandan dan perdagangan tumbuhan dan satwa ilegal di wilayah kerjaya di Maluku dan Maluku Utara, khususnya untuk jenis burung paruh bengkok, sangatlah tinggi.

Hal ini dikarenakan wilayah Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu tempat habitat dari sekitar 32 jenis burung nuri dan kakatua.

“Selain itu letak geografis kepulauan Maluku dan Maluku Utara yang dijadikan lokasi transit peredaran barang dan jasa untuk wilayah Indonesia bagian timur menjadikan wilayah ini banyak disinggahi oleh sarana transportasi udara dan laut, sehingga turut membantu membuka pintu peredaran satwa secara ilegal,” ujar dia.

Baca juga: Penyu Hijau Sitaan BKSDA Dilepas di Pantai Kwandang

Dia menambahkan, maraknya kegiatan perburuan dan perdagangan satwa ilegal di wilayah Maluku dan Maluku Utara saat ini dilakukan secara terorganisir dengan modus operandi yang berubah-ubah.

Saat ini, kata dia, para penyelundup satwa telah mengganti modus operandi dengan menggunakan kapal-kapal tanker untuk membawa satwa hasil tangkapan.

“Sudah tidak lagi menggunakan sarana transportasi laut seperti kapal PELNI dan kapal kargo, akan tetapi saat ini diangkut menggunakan kapal tanker, motor speedboat dan perahu-perahu nelayan,” sebut dia.

Dia menambahkan, sesuai pemetaan, wilayah yang paling rawan terjadinya kegiatan peredaran tumbuhan dan satwa ilegal yakni di wilayah Kepulauan Aru dan Pulau Seram, di Provinsi Maluku dan wilayah Halmahera Selatan dan Halmahera Timur, di Provinsi Maluku Utara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com