Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Mulai 2019, Hentikan Politisasi Agama!

Kompas.com - 31/12/2018, 16:24 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Ketua Tim Kampanye untuk Jokowi-Ma'ruf Amin Daerah Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengimbau masyarakat dan elite politik untuk menghentukan politisasi agama.

Dedi mengatakan, politisasi agama saat ini sudah sampai pada titik memalukan dan bahkan pada akhirnya menjadi bahan lelucon.

"Hentikan politisasi di bidang agama mulai tahun 2019. Fokus saja pada program kerja dan visi serta kinerja pembangunan yang akan diusung pada periode ke depan," tandas Dedi kepada Kompas.com, Senin (31/12/2108).

Menurut Dedi, politisasi agama harus segera dihentikan karena Pilpres ini adalah memilih calon presiden, kepala negara dan kepala pemerintahan.

Menurut Dedi, akhir-akhir ini, setiap hari isu yang digulirkan adalah masalah imam shalat, wudhu dan membaca Al Quran. Pada akhirnya hal itu kemudian melahirkan perkubuan dalam agama dan menjadi aneh. Ada agama versi calon presiden ini dan agama versi calon presiden itu.

"Walau ucapannya benar dari seorang pemimpin agama tapi karena dia dukung A, maka dia jadi salah. Walaupun salah, karena satu paham ideologi, jadi benar. Kan bahaya agama dibawa ke garis politik ideologi. Pada akhirnya akan merugikan citra agama itu sendiri," tandas ketua DPD Golkar Jawa Barat ini.

Baca juga: KPU Sebut Tes Baca Al-Quran Tak Jadi Syarat Pencalonan Presiden

Dedi mengatakan, wacana tes baca tulis Al Quran muncul karena selama ini isu yang selalu digulirkan oleh sebagian orang adalah tentang keraguan kadar keislaman seorang pemimpin.

Lucunya, kata Dedi, ketika wacana tersebut akan direalisasikan, malah ditolak lagi oleh orang yang selama ini meragukan kadar keislamannya orang lain.

"Politik semacam ini menjadi tidak menarik bagi orang yang punya nalar, tapi bagi yang punya nafsu ya menarik," katanya.

Fokus visi dan misi

Dedi mengimbau kepada seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam Pilpres 2019 untuk mengalihkan isu ini menuju isu lain. Dia menilai pembahasan tentang visi, misi dan kinerja para calon presiden jauh lebih baik dan mencerdaskan.

“Ya, fokus saja pada pembahasan visi dan misi para capres. Kemudian, lihat juga kinerja masing-masing personal capres dan cawapres untuk bangsa ini. Itu lebih produktif dan mencerdaskan dibanding membicarakan praktik keagamaan,” katanya.

Baca juga: Setara Institute: Politisasi Agama dalam Pilkada 2018 Lewat Rekayasa Fakta

Bingkai isu pun harus terjaga di seputar wilayah nasionalisme. Hal ini penting untuk menjaga tatanan politik kebangsaan agar tidak condong kepada salah satu agama yang dianut.

“Berpolitiklah secara kebangsaan dan keindonesiaan. Tatanan politik kebangsaan kita harus terjaga, nasionalisme harus dikedepankan. Kemudian, mimbar-mimbar kampanye harus terbebas dari narasi kemarahan dan kebencian,” tandas Dedi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com