Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelas Bambu dan Wati, Kearifan Lokal Nagekeo untuk Kurangi Sampah Plastik

Kompas.com - 31/12/2018, 08:35 WIB
Markus Makur,
Aprillia Ika

Tim Redaksi


Wawancana khusus Kompas.com di Rumah Tenun Sa’o Pipi Tolo di Kecamatan Nangaroro, Jumat (28/12/2018) lalu, Bupati Nagekeo, dr. Don menjelaskan, gerakan kebangkitan produksi lokal Nagekeo akan mengurangi pemakaian berbahan plastik dan keperluan dan kebutuhan rumah tangga penduduk Nagekeo.

Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo tidak kuatir dengan perlawanan dan persaingan dari produk-produk dari pabrik yang berbahan plastik.

Kedua-duanya tetap mengambil peran masing-masing. Pemilik modal yang mengolah bahan kebutuhan rumah tangga tidak terganggu dengan program yang direncanakan pemerintah, bahkan, kedua-duanya memiliki peran masing-masing.

“Saat ini tidak bisa dibendung produk-produk dari olah pabrik yang berbahan plastik karena setiap orang memiliki pilihan masing-masing dalam menggunakan bahan kebutuhan rumah tangga. Namun, Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo juga mengambil peran dalam meningkatkan perekonomian rakyat serta pemberdayaan rakyat lokal dengan memakai bahan-bahan yang ramah lingkungan,” jelasnya.

Baca juga: Sampah Plastik Terserak di Pesisir Pantai Wisata Kecamatan Temon

Bupati Nagekeo, dr Don menjelaskan, Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekoe tidak mengambil peran dari produk-produk pabrik, melainkan pemerintah memiliki tugas dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui program-program yang baru sesuai dengan kearifan lokal yang diwariskan leluhur orang Nagekeo yang ramah lingkungan.

“Saya mulai dari diri sendiri untuk memakai produk lokal hasil olahan rakyat Nagekeo. Selama ini kesulitannya adalah pasar untuk menjual anyam lokal rakyat Nagekeo yang tidak merusak lingkungan hidup. Dan juga aparat sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo wajib memberi produk lokal yang dihasilkan oleh rakyat Nagekeo," katanya. 

Wadah “wati” dan gelas bambu apabila sudah rusak maka bisa dibuang di belakang rumah dan akan lapuk yang menyuburkan tanah. Muncul humus tanah karena daun lontar dan bambu itu bisa lapuk. Tidak keras.

Beda dengan piring plastik dan kaca, gelas plastik dan kaca harus membuat lubang sampah sebagai tempat pembuangannya. Butuh waktu bertahun-tahun bahan-bahan itu lapuk dan tidak menimbulkan kesuburan tanah. "Di situ letak perbedaannya," lanjutnya. 

Baca juga: Pemancing Temukan Penyu Mati dengan Sampah Plastik Terburai dari Perutnya

Bupati Nagekeo, dr Don menjelaskan, keberlangsungan dan keberlanjutan produk lokal yang berasal dari alam Nagekeo sebagai bahan dasarnya makan padang savana di seluruh Nagekeo harus dihijaukan dengan menanam pohon lontar serta terus menanam bambu, baik secara pribadi maupun melalui program pemerintah.

“Saya ajak seluruh masyarakat Nagekeo dan pihak wiraswasta untuk mendukung program pemerintah yang ramah lingkungan. Jikalau lingkungan tidak sehat karena penuh dengan sampah plastik akan berdampak pada kesehatan masyarakat itu sendiri. Saya ini berlatarbelakang dokter mengetahui semuanya. Saya mengetahui bagaimana menjaga wadah “wati” itu bersih dan higienes sesuai standar kesehatan serta gelas bambu. Program ini tidak merugikan pihak wiraswasta, melainknan menguntungkan berbagai pihak,” jelasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com