Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Hancur karena Tsunami, Kini Alue Naga Jadi Desa Penghasil Tiram Kualitas Terbaik di Aceh

Kompas.com - 30/12/2018, 21:33 WIB
Raja Umar,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Untuk mewujudkan kampung yang bersih, sehat, cerdas dan produktif, PT Astra Internasional Tbk telah meluncurkan program corporate social responsbility (CSR) di Desa Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh sejak September 2017 lalu.

Desa yang sempat porak-poranda dihantam gelombang tsunami 2004 lalu dipilih sebagai Kampung Berseri Astra (KBA) ke-65 di Indonesia karena memiliki potensi yang menarik dan unik, baik dari sisi keberadaan wilayah maupun penduduknya.

“Desa Alue Naga dipilih sebagai Kampung Berseri Astra (KBA) di Aceh karena meiliki potensi yang menarik dan unik,” kata Iwan Yanuarsi, koordinator KBA Desa Alue Naga kepada Kompas.com, Minggu (30/12/2018).

Iwan menjelaskan, ada empat pilar program yang sedang direalisasikan PT Astra Internasional Tbk bekerja sama dengan Pemerintah Kota Banda Aceh dan Fakultas Kelautan Universitas Syiah Kuala di Alue Naga.

Empat pilar program dimaksud antara lain bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan. Program-program ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di pesisir pantai kota Banda Aceh itu.

“Melalui program CRS Astra itu kita harapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Desa Alue Naga,” katanya.

Desa penghasil tiram

Desa Alue Naga sejak dulu dikenal sebagai salah satu daerah penghasil tiram kualitas terbaik yang ada di Aceh. Umumnya masyarakat di desa itu, baik laki-laki maupun perempuan, bahkan anak-anak, adalah nelayan.

Mereka tinggal di wilayah permukiman dengan daratan satu meter dari permukaan laut. Para nelayan sehari-hari bekerja dengan menyelam untuk mencari tiram di aliran sungai yang melintasi permukiman meraka dengan cara manual dan tradisional.

“Selama ini mereka mencari tiram dengan cara manual, menyelam dan merendam berjam-jam dalam air, sehingga dampaknya itu sangat berbahaya bagi kesehatan,” katanya.

Baca juga: Viral Siswi SMK Jualan Cilok Berseragam Sekolah, Bupati Hadiahi Sepeda, Kulkas, dan Modal Usaha

Masih kata Iwan, untuk meningkatkan penghasilan pendapatan ekonomi para pencari tiram, Astra kemudian bersama tim dari Universitas Syiah Kuala mengembangkan usaha budidaya tiram liar. Program ini menyasar kelompok warga dengan memberikan bantuan perlengkapan penangkaran tiram, seperti ban bekas, pipa, bambu dan lainnya.

“Kelompok pencari tiram, kami memberikan modal untuk peralatan penangkaran, sesuai dengan hasil penelitian tim Usyiah, karena dengan adanya penangkaran, mereka tidak perlu lagi harus menyelam berjam-jam dalam air. Tinggal mengangkat ban, mereka sudah dapat mengambil tiram, sehinga dapat terjaga kesehatan dan pendapat meningkat,” jelasnya.

Keluarga Iskandar, misalnya, salah satu yang sudah mengembangkan usaha budi daya tiram dan mendapat bantuan modal untuk perlalatan penangkaran tiram di waduk yang berada di perbatasan Desa Alue Naga dan Tibang.

Selama menjalankan usaha budi daya penangkaran tiram sejak setahun ini, Iskandar mengaku mendapat penghasilan rata-rata Rp 2 juta hingga Rp 3 juta setiap panen tiga bulan sekali.

“Bantuannya memang terbatas, mereka hanya memberikan sekitar 50 ban bekas, serta beberapa batang pipa dan bambu, hasilnya alhamdulillah cukuplah untuk jajan anak, kami panen tiga bulan sekali," kata Iskandar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com