Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Lingga Desak PT SSLP Kembalikan 400 Sertifikat Tanah Milik Warga Linau

Kompas.com - 30/12/2018, 16:01 WIB
Hadi Maulana,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

LINGGA, KOMPAS.com – Bupati Lingga, Kepulauan Riau (Kepri) Alias Wello meminta Direktur Utama PT Sumber Sejahtera Logistik Prima (SSLP) Bambang Prayitno segera mengembalikan 400 persil sertifikat tanah warga Desa Linau, Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga.

Permintaan itu disampaikan Bupati Lingga, Alias Wello usai menerima laporan dari Kepala Desa Linau, Musdar bersama belasan perwakilan tokoh masyarakat terkait penahanan sekitar 400 persil sertifikat tanah warganya oleh Direktur Utama PT SSLP sejak tahun 2004 lalu.

Berdasarkan informasi warga, luas tanah dalam 400 persil sertifikat itu, sekitar 200 hektar atau masing-masing sertifikat memiliki luas 0,5 hektar.

"Saya baru mendapatkan laporan dari Kepala Desa Linau bersama tokoh-tokoh masyarakatnya bahwa sertifikat tanah mereka sampai hari ini masih ditahan perusahaan," kata Allias Wello yang ditemui di Batam, Minggu (30/12/2018).

Padahal pria yang akrab disapa Awe ini mengaku sertifikat itu adalah hak masyarakat setempat. Oleh sebab itu tidak ada alasan Direktur Utama PT. SSLP mengambil dan menahannya.

"Saya minta Direktur Utama PT. SSLP segera mengembalikannya tanpa syarat apapun," tegas Awe.

Menurut Awe, setiap perusahaan perkebunan yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (SIUP), wajib membangun kebun untuk masyarakat paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.

"Saya sudah minta semua datanya sebagai bahan untuk mengambil langkah-langkah hukum jika manajemen perusahaan ini tidak kooperatif. Kalau perlu, kami koordinasikan dengan penegak hukum untuk mengambilnya," ungkap Awe.

Senada juga diungkapkan Kepala Desa Linau, Musdar. Dia mengaku kasus penahanan 400 persil sertifikat tanah warganya itu bermula saat PT SSLP mendapat izin usaha perkebunan kelapa sawit tahun 2004 lalu.

Sebelum melakukan penanaman kelapa sawit, pihak perusahaan mengumpulkan fotocopy KTP masyarakat untuk pengurusan sertifikat tanah.

Anehnya, setelah kayu hutan habis dibabat dan dijual, pihak perusahaan tidak melanjutkan komitmennya untuk melakukan penanaman kelapa sawit.

Bahkan, perusahaan menghentikan seluruh kegiatannya di Lingga.

"Sejak itulah warga Linau terus menagih komitmen perusahaan untuk menyerahkan 400 persil sertifikat tanah yang sudah selesai pengurusannya," jelasnya.

"Namun sampai saat ini pihak perusahaan selalu mengelak dengan berbagai macam alasan," katanya menambahkan.

Musdar menambahkan kasus ini juga sudah dilaporkan pihaknya ke DPRD Lingga sekitar tahun 2016 lalu. Kemudian, DPRD Lingga membentuk Pansus (panitia khusus), tapi karena penyelesaiannya lambat, bersama 15 orang warga lainnya, dirinya menemui Direktur Utama PT SSLP, Bambang Prayitno di Jakarta.

"Kami sudah ditunjukkan sertifikat aslinya dan tapi tak boleh diambil," terangnya.

Musdar menambahkan dalam pertemuan di Jakarta tersebut, Bambang mengaku tidak keberatan mengembalikan sertifikat tanah warga Linau.

Tapi, syaratnya warga Linau harus menebusnya dengan uang senilai Rp 4 miliar sebagai pengganti biaya pengurusan sertifikat di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Kalau berharap uang sebesar Rp 4 miliar dari warga, itu mustahil bisa dipenuhi. Makanya, kami coba menemui pak Bupati untuk dicarikan jalan keluarnya. Baru-baru ini, pihak perusahaan sudah kasih fotocopy sertifikat tanah warga sebanyak 346 persil. Tapi, yang kami butuhkan itu sertifikat aslinya," keluhnya.

Sampai saat berita ini diturunkan, Direktur Utama PT. SSLP, Bambang Prayitno belum berhasil dikonfirmasi. Bahkan pesan singkat yang dikirimkan Kompas.com juga belum dibalas.

Sebagaimana diketahui, Direktur Utama PT. SSLP Bambang Prayitno pernah menjadi terdakwa perkara perambah hutan lindung di Desa Linau, Kabupaten Lingga pada awal tahun 2008 lalu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Tanjungpinang, Rustam menuntut terdakwa dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta, subsider 3 bulan kurungan berdasarkan pasal 50 ayat (3) huruf f, jo pasal 78 ayat (5) Undang-Undang Nomor:  41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang yang diketuai Djaroko Imam Widodadi memvonis bebas terdakwa Bambang Prayitno dengan alasan tidak terbukti bersalah karena lahan yang digarap di Desa Linau tersebut memiliki izin dari Gubernur Kepri, Ismeth Abdullah dan Bupati Lingga, Daria saat itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com