Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkendala Cuaca, PVMBG Belum Tahu Penyebab Longsoran di Gunung Anak Krakatau

Kompas.com - 26/12/2018, 15:01 WIB
Agie Permadi,
Khairina

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) belum mengetahui penyebab longsoran 64 hektar yang ambruk dari Gunung Anak Krakatau.

Seperti diketahui, berdasarkan foto citra satelit Badan Meteorologi, Kimatologi, dan Geofisika (BMKG), terdapat perubahan pengurangan dari Gunung Anak Krakatau.

Ketua Tim Tanggap Darurat Erupsi Gunung Anak Krakatau Kushendratno menyebut, longsoran berupa blok turun ke laut seperti layaknya benda besar yang turun ke kolam dan menciptakan riak yang tinggi.

Longsoran ini pertama kalinya terjadi dari Gunung Anak Krakatau. Pasalnya, berdasarkan sejarahnya, longsoran besar terjadi dari Gunung Krakatau pada tahun 1883. Saat itu, Gunung Krakatau meletus sangat besar alias super eruption yang menghancurkan tubuhnya.

"Enggak ada (sejarah Gunung Anak Krakatau longsor), hanya ada waktu gunung Krakatau sendiri tahun 1883, dia meletus besar seperti Gunung Galunggung, itu menghancurkan tubuhnya," katanya.

Baca juga: PVMBG Rekomendasikan Pemasangan Alat Pemantau Gunung Anak Krakatau

Namun, untuk longsoran di Gunung Anak Krakatau, pihaknya belum mengetahui penyebab longsoran tersebut. Pasalnya, tim belum dapat mendekati gunung tersebut lantaran kendala cuaca.

"Kalau ini (Gunung Anak Krakatau-red) belum tahu penyebabnya, karena belum bisa kesana jadi hanya lihat dari citra saja," ujarnya.

Dikatakan, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi memiiki alat yang memantau Gunung Anak Krakatau tersebut, itu pun hanya untuk memantau getaran gempa vulkanik saja, sementara alat lainnya dibantu pihak BMKG.

Alat seismometer dipasang di dekat Gunung Anak Krakatau dan di pulau yang jauh dari gunung tersebut.

Namun, alat yang ada di dekat gunung mengalami kerusakan karena imbas letusan, karenanya saat ini pihaknya hanya mengandalkan alat yang jauh dari pulau di sebelahnya saja.

"Kami sendiri memiliki alat tapi di pulau sebelahnya, karena di pulau Krakatau terkena imbas letusan. Yang jauh dari pulaunya ada masih lancar, namun dengan cuaca buruk tak ada yang bisa ke sana. Wacana helikopter TNI balik lagi karena angin kencang, jadi dengan alat ini bisa memantau tapi enggak tahu pihak BMKG punya strategi apa untuk mendeteksi tsunaminya," tuturnya.

Alat seismometer sendiri hanya merekam gempa vulkanik saja. Itu pun gempa yang datang dari permukaan bumi saja lantaran sensor pada alat tersebut mengarah ke bawah.

"Longsoran dari alat tidak terekam karena alat itu merekam dari bawah permukaan. Kalau (getaran) dari permukaan justru alat kami tak bisa merekam dengan baik karena sensornya mengarah ke bawah bukan ke samping. Jadi, untuk alat seperti itu kalau data longsor dari citra yang didapat BMKG, lihat perubahan pengurangan gunungnya," jelasnya.

Baca juga: Analisis PVMBG soal Kemungkinan Penyebab Tsunami Selat Sunda

Seperti diberitakan sebelumnya, longsoran besar Gunung Anak Krakatau tedeteksi pada citra satelit BMKG. Longsoran ini diduga menyebabkan riak yang besar yang memicu tsunami di kawasan Selat Sunda.

"Mereka (BMKG) hitung 64 hektar, jika divisualisasikan, luas area itu mungkin seluas lapang bola atau hotel yang ambruk sekaligus," ujarnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com