Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Longsoran yang Sebabkan Tsunami Selat Sunda Seluas 64 Hektar

Kompas.com - 26/12/2018, 12:21 WIB
Agie Permadi,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Tim Tanggap Darurat Erupsi Gunung Anak Krakatau, Kushendratno menjelaskan, berdasarkan citra satelit yang didapatkan, tsunami yang terjadi di wilayah Selat Sunda diakibatkan adanya longsoran Gunung Anak Krakatau yang besar hingga mencapai 64 hektar.

"Entah bagaimana bisa menimbulkan tsunami. Dari data BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika), luas yang longsor itu 64 hektar. Jadi longsor berupa blok turun, seperti kita menjatuhkan benda besar ke dalam kolam langsung riaknya tinggi. Nah, itu sampai ke sini kecil kan dari pos Pasauran, itu sampai setengah meter," katanya yang dihubungi Kompas.com, Rabu (26/11/2018).

Meski begitu, pihaknya belum mengetahui penyebab longsoran itu terjadi. Sebab, sampai saat ini, tim belum bisa mendekati lokasi gunung mengingat cuaca buruk yang terjadi saat ini.

Namun berdasarkan citra satelit BMKG, katanya, didapatkan foto setelah letusan. Terlihat ada perubahan pengurangan dari fisik gunung Anak Krakatau.

"Mereka (BMKG) hitung 64 hektar. Jika divisualisasikan, luas area itu mungkin seluas lapang bola atau hotel yang ambruk sekaligus," ujarnya.

Baca juga: PVMBG Rekomendasikan Pemasangan Alat Pemantau Gunung Anak Krakatau

Menurutnya, longsoran tersebut sebagian merupakan endapan dari erupsi Gunung Anak Krakatau, sejak bulan Juni hingga saat ini.

"Sebagian tubuhnya yang baru-baru endapan Krakakatau dari bulan Juni sampai saat ini," katanya.

Karena letusannya sejak bulan Juni, bahkan lava gunung Anak Krakatau sudah sampai ke Pantai.

"Kalau bertahap sedikit-sedikit seperti gunung Anak Krakatau sudah meletus dari Bulan Juni, dan aliran lavanya sudah sampai ke pantai karena dicicil, ya enggak menyebabkan apa-apa. Saya juga sudah ke sana, ya normal-norma saja. Mungkin ini karena longsor sekaligus seperti longsor di gunung, gerakan tanah Wonosobo, jadinya masif sekaligus," katanya.

Masih dipantau

Sampai saat ini, tim belum dapat mendekati Gunung Anak Krakatau tersebut lantaran kendala cuaca.

Tim masih dapat memantau melalui alat seismometer yang terpasang jauh dari pulau gunung Anak Krakatau meski tertutup kabut.

"Gunung Anak Krakatau secara visual masih tertutup kabut, cuaca hujan deras, angin kencang, dentuman sesekali terdengar, gempa yang terekam masih gempa tremor menerus dengan amplitudo dominan 25 mm," katanya.

Baca juga: Longsoran Gunung Krakatau Bisa Picu Tsunami jika di Atas VEI 6

Gunung Anak Krakatau kini berada pada status level II atau waspada. Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak mendekat dalam radius 2 kilometer.

"Masyarakat disarankan tenang, tak terpancing isu. Silakan kalau ada isu yang membuat kepanikan bisa dicek ke pos kami di Pasauran," imbaunya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com