Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mbah Siam, Tukang Pijat Tradisional yang Berjuang Melawan Kanker Mata (2)

Kompas.com - 22/12/2018, 10:00 WIB
Muhlis Al Alawi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com - Mbah Siam (86) tinggal sendiri bersama anaknya setelah Kabul, suaminya pergi menikah dengan perempuan lain. Nenek renta itu terbaring di kasur kapuk berseprei lusuh yang dikerebuti semut api.

Mbah Siam baru merasa badanya dikerubut semut api saat tergigit salah satu anggotanya badannya. "Saya tidak melihat kalau ada semut api. Saya mengetahui semut api kalau sudah menggigit badan saya," ujar Mbah Siam.

Bila hendak ke kamar mandi, Mbah Siam merangkak berlahan-lahan sambil meraba-raba lantai. Kanker yang menyerang mata kirinya membuat Mbah Siam kehilangan tenaga.

Rumah Mbah Siam berjarak kurang lebih sekitar satu kilometer ke arah barat dari kantor Desa Kwangsen. Untuk bisa sampai ke rumah mbah Siam, harus menyeberang jembatan dari bambu.

Baca sebelumnya: Kisah Mbah Siam, Tukang Pijat Tradisional yang Berjuang Melawan Kanker Mata (1)

Mobil dan sepeda motor tak bisa melalui jembatan tersebut. Warga yang hendak menuju rumah Mbah Siam harus berjalan kaki menyusuri jembatan bambu sepanjang 50 meter.

Sementara Jumiran, putra semata wayang Mbah Siam mengaku ibunya sudah memiliki kartu BPJS Kesehatan. Namun ibunya belum dibawa ke rumah sakit lantaran terkendala rujukan dari Puskesmas Jiwan.

Pasalnya saat datang ke Puskesmas Jiwan, petugas menyebut komputer sementara rusak. Dengan demikian disuruh menunggu.

"Dua minggu lalu, ibu saya bisa dibujuk untuk dibawa ke rumah sakit. Tapi waktu minta surat rujukan dari Puskesmas Jiwan, petugasnya bilang komputernya rusak. Akhirnya ibu meminta pulang saja karena sudah kelamaan menunggu," ungkap Jumiran.

Terkendala biaya

Semenjak terserang kanker di bagian mata, penglihatan Mbah Siam menjadi buta. Untuk ke kamar mandi ia berjalan merangkak dan meraba-raba dengan tongkat kayu.KOMPAS.com/MUHLIS AL ALAWI Semenjak terserang kanker di bagian mata, penglihatan Mbah Siam menjadi buta. Untuk ke kamar mandi ia berjalan merangkak dan meraba-raba dengan tongkat kayu.

Jumiran mengaku selain karena ibunya takut dioperasi, ia juga tak memiliki biaya untuk pengobatan ibu kandungnya itu. Penghasilan sebagai buruh serabutan tak akan mampu mencukupi kebutuhan biaya pengobatan Mbah Siam.

Keseharian Jumiran hanya bekerja serabutan seperti mencangkul di sawah, mencari rumput untuk mencukupi kebutuhan makan. Ia berprinsip bekerja serabutan namun tidak boleh jauh dari rumah ibunya agar bisa melihat Mbah Siam setiap saat.

Untuk menghilangkan rasa nyeri pada mata ibunya, Jumiran hanya memberikan obat sakit kepala dan obat flu yang dijual di kios.

Meski hidup serba pas-pasan, Jumiran mengaku bersyukur masih banyak tetangga yang datang menjenguk Mbah Siam. Tak hanya datang, tetangga dan warga dari luar datang memberikan bantuan untuk meringankan beban derita ibunya.

Selesai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com