Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biocompound dan Peyeumisasi, Strategi Pemkot Bandung Kurangi Sampah

Kompas.com - 17/12/2018, 17:36 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Kota Bandung memiliki permasalahan sampah cukup pelik yang tidak kunjung selesai sejak masa kepemimpinan Wali Kota Dada Rosada hingga Wali Kota Ridwan Kamil.

Berbagai rencana pengolahan sampah pun sudah dilakukan oleh dua pemimpin tersebut. Mulai dari pembangunan PLTSa berbasis insinerator hingga penggunaan biodigester di kewilayahan. Namun hingga saat ini masalah sampah belum terselesaikan.

Pada kepemimpinan Wali Kota Oded M Danial dan Wakil Wali Kota Yana Mulyana, Pemerintah Kota Bandung mencoba menyelesaikan masalah sampah dengan menggulirkan program unggulan yang diberinama Kang Pisman.

Semangat program ini adalah mengubah pola pikir masyarakat agar bisa menyelesaikan permasalahan sampah di rumah tangga atau di kewilayahan dengan cara kurangi, pisahkan dan manfaatkan sampah.

“Yang pasti kita ingin bagaimana caranya mengolah sampah yang setelah dipilah-pilah, bisa diselesaikan di sumbernya. Saya kira berbagai teknologi sangat banyak. Ini Bandung yang punya banyak inovasi,” ujar Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana saat ditemui di Kelurahan Babakan Sari, Kiaracondong, Kota Bandung, Senin (17/12/2018).

Baca juga: Atasi Sampah, Kota Bandung Terapkan Teknologi “Peuyeumisasi”

Untuk mendukung program Kang Pisman, Pemerintah Kota Bandung mulai mencari berbagai macam metode pengolahan sampah sederhana dan bisa dilakuka di rumah tangga dan kewilayahan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Bandung Salman Fauzi menjelaskan, untuk saat ini, metode biocompound dan "peyeumisasi" menjadi alternatif pengolahan sampah yang bisa diturunkan ke masyarakat.

“Dulu kita mau pakai biodigester tapi ternyata persoalannya ada di alat atau tools-nya. Kalau pemeliharaannya kurang bagus dan tidak ada keuletan, bisa-bisa enggak jalan (programnya),” kata Salman.

Metode biocompund dan peyeumisasi

Salman menjelaskan, metode biocompund dan peyeumisasi terbilang sangat sederhana. Bahkan metode biocompound sangat memungkinkan dilakukan di rumah-rumah.

Caranya, kata Salman, adalah dengan mencampurkan sampah organik dengan cairan biocompound. Setelah satu hari dibiarkan, sampah-sampah tersebut langsung menjadi kompos untuk media tanam.

“Kalau biocoumpound itu dilakukan hanya murni sampah organik. Jadi sampah-sampah dipilah dulu, yang anorganik masuk bank sampah. Sampah organik dikomposkan untuk jadi media tanam. Cukup satu hari. Biocompound ini cenderung bisa dilakukan di rumah tangga dan RW. Skalanya kecil,” tuturnya.

Metode lainnya yakni peyeumisasi, justru tidak bisa dilakukan dalam skala rumah tangga. Metode ini cenderung bisa dilakukan dalam skala kecamatan di tempat pembuangan sementara (TPS).

Dalam metode peyeumisasi, sampah-sampah tidak perlu dipilah terlalu rumit. Sampah kemudian ditumpuk dan dicampur dengan cairan bernama bioactivator secara rutin selama lima hari.

“Kalau peyeumisasi proses pemilahannya terbatas, tidak seketat yang dilakukan seperti menggunakan biocompound. Jadi masih dimungkinkan adanya anorganik yang tercampur seperti kertas, kardus, plastik-plastik dan kresek,” ungkapnya.

Baca juga: Tumpukan Sampah Penuhi Sungai Kanal Banjir Timur Semarang

Setelah lima hari sampah dicampur dengan bioactivator, tumpukan sampah akan berubah mengeras.

“Sampah tadi menjadi keras, bukan menjadi busuk. Kalau sudah keras, masuk ke mesin pencacah, kemudian masuk ke mesin pembentuk briket. Nanti keluarnya bentuk briket,” jelasnya.

Jika nantinya sampah dari hasil metode biocompound bisa digunakan untuk media tanam oleh masyarakat, Salman optimistis briket hasil pengolahan sampah dengan menggunakan metode peyeumisasi justru akan menghasilkan pendapatan untuk Pemkot Bandung melalui PD Kebersihan.

“Kalau dijual bebas saya rasa tidak, kalau itu (briket) biasanya ditampung sama perusahan-perusahaan yang menggunakan batu bara,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com