KOMPAS.com - Satu demi satu korban kebrutalan Kelompok Kriminal Bersanjata (KKB) mulai dimakamkan oleh pihak keluarga.
Duka dan tangis mengiringi pemakaman. Kenangan terakhir almarhum pun terulang dan meninggalkan lara. Salah satunya bagi Agus Rudia Pasa, istri dari Samuel Pakiding.
Agus Pasa sangat kehilangan sosok suami yang luar biasa dan ayah terhebat bagi bagi anak-anak mereka.
Selain itu, warga menyambut kedatangan jenazah Emanuel Bano dengan mengibarkan bendera merah putih di sepanjang jalan menuju rumah duka.
Berikut ini sejumlah suasana keluarga para korban pembantaian KKB di Distrik Yigi, Nduga:
Agus Rudia Pasa pecah ketika peti mayat yang berisi jenazah sang suami, Samuel Pakiding, sampai di rumah duka, di Jalan Tengko Situru RT 25 KM 5 Bukit Sion, Jahab, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (8/12/2018).
Agus Pasa hanya bisa memeluk peti jenazah suaminya tecinta. Kepergian Samuel mencari nafkah ke Nduga Papua ternyata berakhir tragus. Ayah empat anak tersebut menjadi korban pembantaian KKB di Nduga, Papua.
“Dia berangkat ke Papua tanggal 13 Oktober, tanggal 14 November komunikasi terakhir, karena dia turun ke Timika. Dia bercerita, dia sangat hati-hati di sana. Dia tidak berani macam-macam karena jika ada masalah walau sepele akan berujung penumpasan,” ujarnya.
Agus Pasa sempat memaksa suaminya untuk menolak tawaran proyek membangun sekolah di Nduga, namun Samuel akhirnya memutuskan untuk ikut bersama rekan-rekannya ke proyek di Nduga tersebut.
“Terakhir telepon itu, dia bilang ditawari kerja borongan membangun sekolah di Timika, saya setuju sekali. Saya bilang tidak usah naik ke Nduga lagi, kerja saja bangun sekolah. Tapi dia bilang tidak enak meninggalkan teman-temannya. Jadi dia naik lagi dan meneruskan pekerjaan bersama PT Istaka Karya,” tuturnya.
Baca Juga: "Dia Laki-laki Terbaik, Bapak Terhebat dan Suami yang Luar Biasa..."
Jonathan hanya bisa menangis saat empat keluarga anggotanya menjadi korban serangan di Nduga, Papua, beberapa waktu lalu.
"Yang jadi korban dari saudara saya itu ada tiga orang, kakak saya, Faiz, dan dua adik kandung saya, Yusran dan Aris. Adik saya dimakamkan di Morowali. Satu sepupu saya jadi korban juga," lanjutnya.
Prosesi pemakaman Faiz Syahputra di TPU Laikang, Kecamatan Biringkaya, Kota Makassar, diiringi isak tangis keluarga. Faiz semasa hidupnya dikenal sebagai pekerja keras dan dekat dengan keluarga.
"Kakak saya ini sangat baik dan sangat dekat dengan keluarga. Dia juga sangat sayang dengan anak-anaknya yang masih kecil itu. Jelas kami merasa sangat kehilangan atas kepergian almarhum," kata Jonathan pilu.
Jonathan menceritakan, sang kakak berangkat ke Papua untuk mengerjakan proyek jembatan sebagai buruh bersama delapan orang rekannya di bawah bendera PT Istaka Karya.
Baru tiga pekan Faiz berada di sana untuk bekerja sampai kemudian keluarga mendengar kabar bahwa Faiz dan kedua adiknya tewas di tangan kelompok kriminal bersenjata yang menyerang dengan membabi buta.
Baca Juga: Pembantaian di Nduga Papua, Keluarga Ini Kehilangan 4 Anggota Keluarga Sekaligus
Puluhan kerabat dan keluarga korban menangis histeris saat peti jenazah tiba Carly Zatino tiba di rumah duka. Carly adalah salah satu dari tujuh warga Toraja Utara yang tewas dalam pembantaian oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kabupaten Nduga, Papua.
Almarhum dikenal sebagai sosok yang tabah dan kuat. Anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Yulianti Sandana dan Esron Duma adalah satu-satunya tulang punggung keluarga.
Di mata keluarga, pria yang kerap disapa Calling ini dikenal sangat baik dan ramah. Almarhum sempat berjanji kepada sang ibu untuk pulang di hari ulang tahunnya tahun depan.
“Carly selama 2 tahun terakhir merantau sejak ayahnya jatuh sakit. Selama di Papua, dia mencari uang untuk membiayai adik-adiknya menggantikan Bapaknya menafkahi kami. Anakku ini adalah orang yang baik,” ujar Yulianti, sang ibu.
Jenazah Carly tiba bersama enam jenazah warga Toraja Utara lainnya yang juga menjadi korban dalam peristiwa yang sama.
Baca Juga: Ibu Korban Pembantaian Nduga Papua: Anakku Ini Orang Baik, Dia Cari Nafkah untuk Kami...
Jenazah Emanuel Bano, tiba di Kefamenanu, pada pukul 19.30 Wita. Sebelumnya, jenazah tiba di Bandara El Tari Kupang pada pukul 14.30 Wita.
Setelah itu, jenazah diantar oleh keluarga dari Kupang menuju Kefamenanu yang berjarak sekitar 196 kilometer menggunakan mobil ambulans.
Saat tiba di pertigaan Kampung Tunbakun yang berjarak kurang lebih 300 meter dari rumah duka, warga setempat berjejer di sepanjang jalan sambil memegang bendera merah putih dan lilin.
Emanuel adalah korban pembantaian kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.
Baca Juga: Warga Berjejer Sambil Pegang Bendera Merah Putih Sambut Jenazah Korban Pembantaian KKSB
Bupati Toraja Utara Kalatiku Paembonan menangis saat turut menyambut para korban serangan KKB di Nduga, Papua. Kalatiku mengatakan, peristiwa tersebut seharusnya tidak perlu terjadi.
"Kami semua menangis karena kejadian ini semestinya tak terjadi, kami semua menyayangkan dan dalam hati kami sungguh-sungguh masih ingin bersama dengan mereka. Mereka akan menjadi contoh yang baik bagi generasi muda Toraja di tengah-tengah pembangunan jalan Trans Papua," ucap Kalatiku seraya menangis, Sabtu pagi.
Ketujuh jenazah tersebut adalah Agustinus, Alpianus, Carly Zatrino, Anugrah, Dino Kondo, Daniel Karera, dan Markus Allo.
Setelah menjalani prosesi ibadah penghiburan, jenazah langsung diberangkatkan menuju rumah duka masing masing.
Baca Juga: Bupati Toraja Utara Menangis Sambut Kedatangan 7 Jenazah Korban KKB Nduga Papua
Sumber: KOMPAS.com (Amran Amir, Sigiranus Marutho Bere, Hendro Cipto, Gusti Nara)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.