PALU, KOMPAS.com – Bagi masyarakat nelayan, dua bulan hidup di tenda pengungsian tentu saja sangat menjenuhkan dan sangat membosankan.
Bagaimana tidak, sebelum gempa bumi terjadi, puluhan kepala keluarga yang tinggal di Kelurahan Mamboro Barat, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Sulawesi Tengah, ini adalah nelayan. Laut buat mereka adalah tempat mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.
Namun, pasca-gempa bumi yang menyebabkan tsunami, rumah para nelayan ini hancur disapu ombak. Saat bencana itu terjadi, mereka mengungsi di ketinggian.
Di pengungsian, tak banyak yang bisa dikerjakan. Kini, warga yang mata pencahariannya adalah melaut, mulai turun gunung.
Mereka mulai membangun rumah kayu di pesisir pantai. Beberapa rangka bangunan rumah dari kayu mulai berdiri. Mereka saling membantu.
“Tidak bisa juga kita hanya berharap bantuan terus, makanya kita sudah bangun ini pondok lagi,” kata Ambo (46), Kamis (29/11/2018).
Baca juga: Di Depan Sandiaga, Gubernur Longki Mengaku Tak Berada di Palu Saat Gempa dan Tsunami
Dia beruntung, walau rumahnya habis disapu tsunami, tanah miliknya tak ambles ke laut saat gempa datang.
Begitu pun Haji Padju (75), ia mengaku tidak bisa kalau tidak ke laut. Dengan sejuta asa dan harapan baru, Haji Padju dan beberapa nelayan turun gunung. Mereka kembali membangun rumah sementara untuk tempat berteduh bagi istri dan anak-anaknya.
“Mau bagaimana lagi kita. Cuma sekarang ini kita belum melaut, karena perahu mereka hancur. Jadi biasa kita dapat ikan dari daerah pantai barat. Trus di sini kita jemur,” kata Hi Padju
Beberapa hari tinggal di pesisir pantai, aktivitas sebagai nelayan sudah terlihat. Di hamparan puing, bekas rumah warga yang rata tanah, ikan permukaan, seperti ikan lajang yang didatangkan dari Kabupaten Donggala terlihat tengah dijemur.
Baca juga: Pemkot Surabaya Kirim Tim Ahli Bangunan untuk Korban Gempa-Tsunami di Palu
Namun sejauh ini, para nelayan belum mengetahui apakah boleh ada aktivitas ekonomi atau tidak. Sementara peta ruang yang baru akan dikeluarkan pada Desember 2018 mendatang.
Menurut Ambo maupun Hi Padju, jika Desember nanti peta ruang keluar, mereka pasrah jika wilayah mereka masuk zona merah atau kawasan yang tidak boleh ada aktivitas ekonomi dan budidaya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.