Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Guru Honorer di Daerah Terpencil, Jadi Tukang Foto Keliling demi Bertahan Hidup

Kompas.com - 28/11/2018, 16:14 WIB
Kontributor Jember, Ahmad Winarno,
Farid Assifa

Tim Redaksi

JEMBER, KOMPAS.com - Rabu pagi (28/11/2018), Arif Harimardi, seorang guru tidak tetap (GTT) di SDN Darsono 4, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur, mulai bersiap- siap berangkat ke sekolah.

Setiap hari, dia menempuh jarak kurang lebih 10 kilometer untuk pergi ke sekolah. Tidak mudah medan yang harus dilalui Arif dan GTT yang lain. Sebab, selain jalannya rusak, jika musim hujan seperti saat ini, kondisi jalan sangat licin.

“Kalau jatuh dari motor saat menuju sekolah, sudah tidak terhitung berapa kali, karena jalannya memang cukup licin, apalagi malam harinya turun hujan, akan lebih hujan,” katanya kepada Kompas.com.

Jika kondisi jalan licin, biasanya motor milik guru perempuan dititipkan di depan rumah warga.

“Kalau licin, biasanya motor milik guru terutama yang perempuan dititipkan dibawah. Kemudian jalan sekitar 1,5 kilometer ke sekolah,” lanjutnya.

SDN Darsono 4 berada di lereng perbukitan curam, dan berada di daerah rawan terjadinya longsor, terutama setelah hujan lebat.

“Biasanya kalau hujan cukup lebat di pagi hari, anak-anak dipulangkan lebih awal, karena khawatir terjadi longsor,” ungkapnya.

Baca juga: Kisah Zainal Abidin, Guru Honorer Menyambi Pengemudi Ojek Online

Mulai bulan Juli lalu, Arif ditugaskan di SDN Darsono 4. Sebelumnya, dia ditugaskan di SDN Suco Pangepok 4.

“Kalau dibandingkan dengan sekarang, jarak dari rumah justru lebih jauh,” keluhnya.

Setiap bulan, Arif hanya dibayar Rp 350 ribu, itupun sudah 11 bulan gajinya belum dibayarkan.

“Bagi saya, menjadi guru merupakan panggilan jiwa, sebab mendidik seorang anak merupakan sebuah kewajiban untuk menyiapkan generasi penerus bangsa, honor itu bonus. Jadi, dibayar tidak dibayar, saya tetap mengajar,” tegasnya.

Arif menjadi seorang GTT sudah 18 tahun, namun sampai saat ini tidak ada kejelasan terkait pengangkatannya sebagai PNS.

“Saya ini sebenarnya masuk pegawai K2, namun kemarin mau ikut ujian CPNS, akhirnya tidak bisa karena usia saya sudah lebih dari 35 tahun,” tambahnya.

Untuk menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, Arif mengaku nyambi sebagai fotografer keliling.

“Kalau boleh jujur, gaji segitu tidak cukup, apalagi hampir satu tahun saya belum bayaran. Ya, saya akhirnya nyambi jadi fotografer kayak mantenan, wisuda,” katanya.

Wahyu Kusuma Dewi, Salah Satu GTT di SDN Darsono 4, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Saat Mengajar di Kelas 6. KOMPAS.com/ AHMAD WINARNO Wahyu Kusuma Dewi, Salah Satu GTT di SDN Darsono 4, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Saat Mengajar di Kelas 6.

Hal senada disampaikan GTT lainnya, Wahyu Kusuma Dewi. Sudah 17 tahun dia tercatat sebagai GTT.

“Yang membuat saya bertahan dengan kondisi terbatas begini, ketika bertemu dengan anak- anak dengan semangat belajar cukup tinggi, meskipun kondisi sarana dan prasarananya sangat terbatas,” katanya.

SDN Darsono 4 hanya memiliki enam ruangan kelas saja, sehingga, kelas 5 dan 6 digabung dalam satu ruangan.

“Sebenarnya tidak nyaman, karena tidak kondusif. Tapi mau bagaimana lagi, kami tidak boleh mengeluh dengan kondisi tersebut,” tambah Dewi.

Dewi hanya bisa berharap, akan ada kebijakan dari pemerintah pusat, untuk mengangkat dirinya bersama tenaga K2 yang lain sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

“Itu harapan besar kami, semoga saja akan ada kebijakan baru terkait perbaikan nasib kami- kami ini,” harapnya.

Baca juga: Peluang Wirausaha Terbuka Lebar, Gubernur NTT Tawarkan Guru Honorer Beralih Profesi

Sementara, Kepala SDN Darsono 4, Agus Tedjo Sukmono, mengatakan, tercatat ada lima orang GTT di sekolahnya.

“Kalau soal kesejahteraan, sebenarnya sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Mereka hanya mendapatkan gaji Rp 350.000 per bulan, jadi jauh dari angka UMK Jember,” katanya.

Meski terbatas, Agus sangat mengapresiasi kinerja GTT di sekolahnya.

“Alhamdulillah, meskipun gajinya minim, mereka cukup rajin. Karena mereka punya semangat untuk mendidik generasi penerus bangsa,” tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com