Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cantiknya Batik Ciprat Karya Penyandang Disabilitas

Kompas.com - 26/11/2018, 21:27 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi


KULON PROGO, KOMPAS.com- Meski dalam keterbatasan, beberapa penyandang disabilitas intelektual atau tuna grahita terlatih rupanya mampu menghasilkan karya batik.

Mereka ini adalah 22 penyandang disabilitas intelektual dari Kelompok Swadaya Masyarakat “Giri Kasih” di Dusun Jurang Jero, Desa Giripeni, Wates, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Mereka bisa membuat motif “ciprat” atau corak dominan titik-titik, semburan, maupun semburat seolah percikan air. Pewarnaan pada kain menguatkan kesan percikan itu.

Kepala Balai Besar Rehabilitas Sosial Bina Grahita "Kartini" Kota Temanggung, Jawa Tengah, Murhardjani mengatakan, motif ini muncul sebagai hal yang paling mungkin dilakukan para penyandang ini untuk mencipta karya.

“Ciprat tidak terlalu sulit bagi mereka,” kata Murhardjani di peluncuran Sheltered Workshop Peduli Giri Kasih, Senin (26/11/2018).

Baca juga: Ridwan Kamil Pamer Batik Telor Ceplok

Kemunculan produksi batik ini berawal kerja sama Dinas Sosial Kabupaten Kulon Progo dengan BBRSBG "Kartini". Keduanya menggarap program pemberdayaan bagi penyandang disabilitas mental retardasi.

Survei keduanya mendapati Giripeni memenuhi syarat lantaran jumlah penyandangnya cukup banyak.

KSM Giri Kasih hadir di awal 2018. Mereka memulai dengan meningkatkan kemampuan para pendamping, merekrut secara ketat puluhan disabilitas intelektual, dan memberi para penyandang itu pelatihan.

Selain dari Giripeni, para penyandang direkrut dari Kulwaru dan Wates. Giri Kasih memilih membuat batik, membuat keset, dan manik-manik.

"Karya yang mudah, simple tetapi bisa bernilai ekonomis tinggi. Ada banyak pilihannya. Termasuk kayu saat itu. Namun kemudian dipilihlah batik karena sedang booming di Kulon Progo ini," kata Imam Subekti, pendamping Giri Kasih.

Imam mengatakan mereka memulai produksi sejak April 2018. KSM mengawali pemasaran produksinya lewat media sosial hingga pameran. Hasilnya lumayan. Utamanya dari batik ciprat yang memunculkan corak angka 8 yang menggambarkan makanan geblek sebagai kekhasan daerah.

Corak angka 8 itu diperoleh dari cetakan bambu.

“Ciprat memiliki kekhasan dan keunikan sendiri karena corak geblek,” kata Murhardjani.

Baca juga: Apresiasi Batik Peranakan di Bentara Budaya Jakarta

Warga Kulon Progo memang cukup bangga dengan identitas ini. Batik corak geblek banyak peminatnya. Karenanya, kata Imam, mereka pernah menerima sekitar 60 potong kain batik ciprat untuk seragam kerja sebuah kantor. Sebuah sekolah PAUD juga pernah membeli batik ciprat untuk seragam sekolah.

“Keset yang memang masih sedikit (pembeli), karena proses membuatnya memang lama,” kata Imam.

Perjalanan membatik, kata Priyanti sebagai Kepala Desa Giripeni, juga memberi dampak positif bagi para penyandang disabilitas ini. Dulu diantar keluarga untuk latihan atau bekerja, atau diantar jemput para pendamping KSM. Kini, para penyandang cacat ini sudah mulai berani berangkat sendiri.

"Mereka semakin mandiri," kata Priyanti.

Tantangan pemasaran

Memperbesar pasar bagi batik ciprat ini merupakan pekerjaan rumah berikutnya. Pendamping Giri Kasih, Imam Subekti mengatakan, selama ini mereka belum menggenjot penjualan dan masih mengandalkan penawaran via media sosial maupun berbagai pameran.

Pasalnya, muncul keraguan menggenjot pemasaran akan kontraproduktif dengan kemampuan pembatik yang juga penyandang disabilitas intelektual ini.

“Kami kadang takut menggencarkan promosi. Kalau dipaksakan, anak-anak malah ngambek. Kami juga tidak mungkin membikin sendiri mengatasnamakan disabilitas,” kata Imam.

Giri Kasih pun bekerja sama dengan UMKM Griya Sejati dari Temanggung untuk mengembangkan pemasaran yang lebih tepat.

Direktur Griya Sejati, Bambang Triyono mengungkapkan, pemberdayaan masyarakat desa menjadi jalan keluar. Produksi batik ini tidak cuma menciprat, tetapi juga pewarnaan, memasak, hingga membungkus dan lain-lain. Hal-hal seperti ini bisa dengan melibatkan warga.

Baca juga: Cerita di Balik Batik Garuda Kujang Kencana Karya Ridwan Kamil...

Dan sebagai karya khas, batik ciprat, para penyandang disabilitas tetap terlibat sebagai pembatik utamanya. Cara ini diyakini tak hanya menguntungkan Giri Kasih dan para penyandang, tetapi memberi miltiplier efek bagi desa.

“Maka kita berdayakan semua yang ada di desa. Produksi bisa juga di rumah-rumah warga,” kata Bambang.

Batik ciprat sendiri sudah memiliki daya tarik kuat karena keunikan motif. Kini tinggal tata kelola produksi dengan memberdayakan masyarakat sehingga mampu menerima pesanan yang semakin besar. Dengan demikian, Giri Kasih pun tak perlu khawatir memasarkan lebih gencar.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com