Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Weri Mata Nii, Tradisi Tanam Padi Suku Gunung di Flores Barat

Kompas.com - 26/11/2018, 11:01 WIB
Markus Makur,
Farid Assifa

Tim Redaksi


“Saya sebagai orang muda harus memahami dan mengerti ritual adat untuk diteruskan di kemudian hari dan di masa akan datang. Warisan leluhur harus dipertahankan dan dilestarikan. Dan tugas dari generasi muda yang akan melanjutkan ritual-ritual tersebut,” jelasnya.

Baca juga: ”Messalu Lembang”, Ritual Menolak Gempa Ala Leluhur Mamasa

Dosen Sosiologi Universitas Cendana Kupang, Lasarus Jehamat kepada Kompas.com, Minggu (25/11/2018), menjelaskan, dirinya sangat mengkhawatirkan masa depan ritual-ritual adat di Manggarai Timur yang akan semakin langka.

Kekhawatiran itu, ketika masyarakat tidak lagi membuka lahan kering untuk pertanian, nyaris tradisi yang berkaitan dengan alam hilang di Manggarai Timur tengah dan kawasan manus serta sekitarnya.

Sawah adalah proyek pembangunan dari luar. Sebab, sawah tidak memiliki kekhasan dalam adat dan tradisi. Beda dengan lahan kering atau ladang. Itulah alasan, masyarakat seperti kita hanya bisa menangisi hampir semua tradisi yang pelan-pelan hilang.

“Tesis saya, ketika ladang di tanah kering hilang, saat itu pula beragam tradisi akan turut hilang pula. Yang bisa dilakukan ialah mempertahankan satu dua lahan agar bisa dipakai untuk menanam. Kasus tumpang tindih peran Tua Golo (tua adat kampung) dan Tua Teno (tua adat pembagi lahan) di beberapa kampung di Manggarai Timur, saya kira salah satunya disebabkan karena ketiadaan pertanian lahan kering atau uma ladang,” jelasnya.

Jehamat menjelaskan, lahan sawah tidak dilarang. Namun, kata dia, ketika lahan pertanian ladang hilang, apakah dijamin bahwa tradisi tetap eksis?

"Ini soal utamanya. Pertanian basah (sawah) datang dari luar, adat hanya bisa disesuaikan dan bila perlu tidak usah dilakukan lagi," katanya.

Hal ini Ini sangat berbeda dengan pertanian lahan kering yang bersentuhan dengan ritual adat yang diwariskan leluhur di Nusa Tenggara Timur. Mungkin dianjurkan bahwa apabila lahan sawah terus diperluas, maka ada waktunya untuk menanam tanaman selain padi dan saat itu dilangsungkan ritual adat.

"Jikalau itu tidak dipikirkan maka perlahan-lahan ritual adat akan punah," katanya.

Jehamat menambahkan, budaya masyarakat Manggarai Raya umumnya dan Manggarai Timur khususnya berbasis lahan kering, lereng, gunung serta bukit.

"Kita tidak pernah berhubungan dengan lahan sawah. Bahwa sawah itu baik, tidak ada yang bisa membantah. Hanya, ketika budaya lahan kering diabaikan, budaya lain yang tercakup di dalamnya hilang seketika," katanya.

Dia mengimbau pemerintah untuk mengurangi pembukaan sawah di tanah yang telah diperuntukkan untuk lahan kering.

Jehamat juga mengajukan dua masukan terkait pertanian. Pertama, perlu adaptasi budaya. Maksudnya, menjadikan lahan sawah sebagai lahan kering sehingga upacara adat bisa dilakukan dalam konteks budaya lahan basah.

Pelaksanaannya tetap setahun sekali, Januari-April. Kalau kondisi bulan-bulan itu masih hujan, pelaksanaannya dilakukan pada Juni hingga September.

Baca juga: Pendakian Lawu Ditutup, Ritual Suro Tetap dapat Dilakukan

Masukan kedua adalah perlu ada kebijakan hukum berbentuk peraturan daerah atau peraturan desa untuk menjaga adat dan merawat budaya lokal terkait lahan kering.

“Saya amati bahwa petani lokal di Manggarai Raya memiliki kalender tanam di lahan kering dalam setahun. Petani lokal tidak mengikuti kalender nasional saat menanam berbagai jenis tanaman di lahan kering. Petani lokal hanya mengikuti kalender tanam nasional di lahan sawah. Pemerintah lokal harus merawat dan mempertahankan warisan leluhur dalam kalender tanam petani lokal,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com