Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Kematian Paus di Wakatobi, 5,9 Kg Sampah Plastik di Perut hingga Ancaman Ekosistem Laut

Kompas.com - 22/11/2018, 15:45 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Paus ditemukan mati terdampar di perairan Desa Kapota, Kecamatan Wangiwangi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, pada hari Senin (19/11/2018) lalu.

Peneliti menemukan sampah plastik di dalam perut bangkai paus tersebut. Paus sepanjang 9,5 meter dengan perus penuh sampah pun menjadi sorotan media.

Kondisi paus jenis Sperm Wale itu pun mengundang keprihatinan para aktivis lingkungan hidup.

Berikut ini sejumlah fakta terkait penemuan bangkai paus di Wakatobi.

1. Di perut paus, ada penutup galon hingga bungkus mi instan 

Tim gabungan memeriksa bangkai Paus yang terdampar di Pulai Kapota, Wakatobi. Foto : IstimewaTim gabungan tengah memeriksa bangkai Paus yang terdampar di Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi Tim gabungan memeriksa bangkai Paus yang terdampar di Pulai Kapota, Wakatobi. Foto : Istimewa

Seekor paus dengan panjang 9,5 meter ditemukan membusuk setelah terdampar di perairan Desa Kapota, Kecamatan Wangiwangi Selatan (Wangsel), Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (19/11/2018).

Bau bangkai paus jenis Sperm Wale itu menyengat dan membuat warga sekitar terganggu.

Saleh Hanan, dari Yayasan Wakatobi mengatakan, kemungkinan paus tersebut mati beberapa hari yang lalu.

“Beratnya tidak terukur, melihat kondisi yang hancur kira-kira sudah dua minggu paus itu mati,” ungkap Saleh Hanan dihubungi, Senin.

Saleh, juga menemukan banyak sampah plastik di dalam perut bangkai paus tersebut.

"Dalam perut paus ditemukan botol, penutup galon, sandal, botol parfum, bungkus mi instan, gelas minuman, tali rafia, karung terpal, kantong kresek, dan lain-lain," terangnya.

Baca Juga: Seekor Paus 9,5 Meter Ditemukan Mati Terdampar di Perairan Wakatobi

2. Penjelasan penyebab kematian paus di Wakatobi

Plastik yang dimakan paus sperma, termasuk sebuah jeriken. Plastik yang dimakan paus sperma, termasuk sebuah jeriken.

Saleh Hanan, aktivis dari Yayasan Lestari Alam Wakatobi, menduga, penyebab kematian paus itu karena sampah plastik. Sebab, sampah plastik tak bisa dicerna oleh perut paus.

"Sangat bisa karena sampah. Sampah plastik, kan, tidak terurai di perut paus dan beracun. Pencernaan terganggu, lalu mati," kata Saleh, dihubungi, Selasa (20/11/2018).

Saleh juga menjelaskan, paus itu kehilangan orientasi navigasi dan menyebabkan mamalia raksasa tersebut makan sampah plastik.

Saleh pernah melihat ada sabuk sampah membelah Laut Banda dari Timur Laut Sultra sampai tenggara Kepulauan Sula pada bulan tertentu.

"Karna kehilangan orientasi navigasi, paus tak mampu bedakan makanan dan non-makanan," terang dia.

Sementara itu, Kartika Sumalong dari WWF, MPA and Biodiversity Officer mengatakan, paus itu dikubur, Selasa (20/11/2018) pagi.

Tulangnya dijadikan specimen di Akademi Komunitas Perikanan dan Kelautan Wakatobi.

“Sekarang proses pemilahan jenis sampah yang didapat dalam perut. Berat basah sampah plastik 5,9 kilogram, kira-kira penyebab kematiannya apa belum bisa dipastikan, karena ditemukan masyarakat juga sudah dalam keadaan mati dan bagian perut sudah terurai,” katanya.

Baca Juga: Ini Dugaan Penyebab Kematian Paus yang Ditemukan di Perairan Wakatobi

3. Menimbulkan bau busuk, warga dan aktivis kubur paus

Ilustrasi: Paus sperma yang terdampar di Pantai Desa Halapaji, Kecamatan Liae, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (4/7/2018)dok. Polres Kupang Ilustrasi: Paus sperma yang terdampar di Pantai Desa Halapaji, Kecamatan Liae, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (4/7/2018)

Bangkai paus yang mengeluarkan bau busuk menyengat dikubur di pesisir pantai Desa Kapota Utara, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (20/11/2018).

Bau busuk tersebut sudah menganggu aktivitas warga di sekitar lokasi. Proses penguburuan paus tersebut pun tak mudah.

Warga dan aktivitis lingkungan menarik bangkai paus dengan tali dan dimasukkan ke dalam lubang di tepi pantai.

"Saat kami temukan kemarin, kondisi sudah tidak lengkap dan perutnya sudah terurai. Kami tidak bisa menyimpulkan kematian tersebut karena apa," ujar Kartika, perwakilan dari WWF.

Baca Juga: Paus yang Mati Terdampar di Perairan Wakatobi Dikuburkan

4. Sampah plastik mengancam perairan Wakatobi

Sampah Plastik Dalam Perut Paus Mati Di WakatobiKOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Sampah Plastik Dalam Perut Paus Mati Di Wakatobi

Komunitas Melihat Alam (Kamelia) Wakatobi, menyebut, ekosistem di perairan Wakatobi terancam akibat sampah plastik.

Koordinator Kamelia Wakatobi, Hardin, menyebutkan, menjelaskan, Kamelia pernah melakukan aksi bersih di sejumlah pantai di sekitar Wakatobi, mulai dari Kabupaten Kepulauan Tukang Besi hingga Pantai Sembani di Pulau Sambano di Pulai Kaledupa, Wakatobi.

Aksi itu dilakukan dengan kolaborasi beberapa lembaga peduli lingkungan dalam aksi Diet Plastik di acara Beach Clean Up pada Maret 2018. Hasilnya, mereka menemukan 1,7 ton sampah plastik berserakan di wilayah pesisir dan pantai sekitar Wakatobi.

Mirisnya, laut Wakatobi sudah ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Dunia. Bahkan, kata Hardin, sepanjang 2 kilometer perairan laut Waha Raya, Wakatobi, pernah ada yang menyelam di kedalaman 5 hingga 10 meter, dan ditemukan sebanyak 24 kilogram sampah yang didominasi botol plastik, dan ada juga sampah seperti jaring, popok dan toples plastik.

"Kalau dilihat, sampah plastik sudah warna hitam dalam perut paus. Tentunya bukan hanya sampah buangan dari masyarakat Wakatobi. Sebab banyak juga kapal yang melintas di sini juga biasa membuang sampah di laut," ungkap Hardin dihubungi, Rabu (21/11/2018).

Baca Juga: Teguran buat Kita, Paus yang Mati di Wakatobi Tercemar 5 Kg Plastik

5. Antisipasi sampah plastik di perairan Wakatobi

Para penyelam mengangkat sampah plastik dari dasar Teluk Gorontalo ke permukaan sebelum dibawa ke tempat pengolahan akhir. KOMPAS.COM/ROSYID AZHAR Para penyelam mengangkat sampah plastik dari dasar Teluk Gorontalo ke permukaan sebelum dibawa ke tempat pengolahan akhir.

Belum adanya lokasi pengolahan sampah, terutama sampah plastik di Pulau Kapota, Kecamatan Wangiwangi, juga menjadi kendala utama masalah sampah plastik.

"Penanganan sampah menjadi penting karena sampah plastik yang terkena sinar matahari, terus menerus terkena ombak dan pasang surut, menyebabkan plastik terdegradasi menjadi partikel-partikel kecil atau mikroplastik yang tertelan oleh fauna laut, mengkontaminasi produk hasil laut yang kita konsumsi," jelas Hardin.

Pihaknya bersama lembaga lingkungan lain terus mendorong pemangku kebijakan untuk serius menangani sampah, khususnya sampah plastik.

Termasuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya memilah sampah organik dan nonorganik.

"Kesadaran itu sudah ada di masyarakat. Mereka sudah pisahkan sampah organik dan nonorganik, tetapi petugas sampah biasa kasih campur," ujarnya.

Baca Juga: 1,7 Ton Sampah Plastik Ditemukan di Sekitar Laut Tempat Paus Mati

Sumber: KOMPAS.com (Kiki Andi Pati, Defriatno Neke)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com