Menurut cerita sesama sopir travel, ketika pembangunan BIM dimulai, terjadi tarik-menarik antara para wali nagari dan ninik mamak yang mewakili pemilik tanah pusako tinggi yang menjadi lokasi pembangunan BIM.
Hampir seluruh wilayah BIM seluas hampir 15 hektar itu dibangun di atas tanah pusako tinggi. Itulah yang menyebabkan para wali nagari dan ninik mamak ikut serta dalam proses alih tanah sebelum pembangunan BIM.
Kesepakatan antara mereka, anak-anak muda kampung sekitar diberi pekerjaan sebagai penghubung antara penumpang dan mobil-mobil pribadi yang mencari rezeki sebagai pengantar penumpang dari BIM ke kota-kota di Sumatera Barat.
Tampaknya, kesepakatan itu dilakukan tanpa "hitam di atas putih", sehingga yang terjadi kemudian adalah praktik calo dan pungutan liar yang membuat para calo bisa mengambil untung semau-maunya.
Para sopir? Merekalah yang paling terjepit. Sudah mendapat rupiah paling sedikit, mereka pula yang "ditindas" oleh para calo.
"Kami besok tidak dikasih penumpang lagi kalau tidak menurut dengan aturan dia. Itu artinya kami tidak makan," kata si sopir yang menjadi orangtua tunggal atas seorang putri di Batusangkar itu.
Maka, kalau bisa membawa pulang Rp 100.000 satu hari, itu luar biasa bagi dia.
Sekarang, satu-satunya harapan, semoga Pemerintah Daerah Sumatera Barat bisa menjadi penengah.
Harapan para sopir travel ini sederhana. Mereka ingin mendapat upah yang layak dan sepantasnya.
"Untuk satu kepala Rp 50.000 saja itu sudah tarif yang wajar. Lagipula alangkah bagus bila kami-kami ini dikelola dan dikoordinasi secara baik dan tertib. Ini untuk menambah nilai pariwisata Sumatera Barat juga," katanya lagi.
Saya berpihak padanya. Rasanya pantaslah sebuah bandara yang punya predikat "internasional" membuat aturan rapi tentang moda transportasi ke kota-kota di Sumatera Barat.
Bukan hanya supaya semua merasakan rezeki yang adil, tetapi juga turis asing pun makin santai melenggang di ranah Minang dan menikmati wisata Bukit Barisan ini.
Wonderful Indonesia!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.