Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Nuril Masih Memburu Keadilan (2), Kajati Mataram: Nuril Tidak Dilecehkan Fisik hanya Verbal

Kompas.com - 18/11/2018, 07:15 WIB
Fitri Rachmawati,
Khairina

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com- Apa yang dialami Baiq Nuril Maknun (40) atas pelecehan seksual yang dialaminya, nampaknya tidak menjadi pertimbangan kejaksaan. Pelecehan seksual itulah sumber dari munculnya kasus UU ITE pasal 27 ayat 1 juncto pasal 45 yang memojokkan Nuril sehingga menjadi terpidana hingga saat ini.

Keputusan Pengadilan Negeri Mataram membebaskan Nuril tidak menjadi bahan pertimbangan Jaksa Penuntut Umum melakukan kasasinya, hingga MA memutus Nuril bersalah.

Kepala Kejaksaan Negeri Mataram I Ketut Sumadana, mengaku belum menjabat sebagai Kajari saat kasus Nuril bergulir hingga diajukan kasasi oleh anak buahnya. Namun, Sumadana mengatakan, dari hasil diskusinya dengan JPU yang menngani kasus ini, bahwa Nuril memang benar telah menyebarkan percakapan asusila atasannya ketika itu.

"Dari kasus Nuril sendiri sebenarnya pelecehan fisik terhadap Baiq Nuril tidak ada, tetapi kalau pelecehan verbal dianggap memang ada di sana. Silakan Nuril kalau mau menuntut hak haknya, bahwa itu dikatagorikan sebagai tindak pidana, merugikan yang bersangkutan, dilaporkan saja kembali ke kepolisian, itu haknya ibu Nuril. Apa upaya yang akan dilakukan ibu Nuril kami hormati," katanya.

Dia juga mengatakan, dari rekaman yang didengarkannya, Nuril telah 5 kali merekam percakapan dengan atasannya. Hanya saja, yang ada konten vulgar hanya satu kali dan membuat atasannya tersinggung sehingga melaporkannya.

"Jadi masyarakat perlu tahu bahwa ini tidak ada korban langsung dan terjadi pelecehan fisik. Di media itu muncul seolah-olah Nuril sebagai korban, tidak. Yang ada di sini ada komunikasi dua arah yang saling berjawaban, enak, tenang, dari rekaman VCD yang menjadi alat bukti di persidangan, itu yang menjadi keberatan pelapor. Di UU ITE yang membuat mentransmisi dan mendistribusikan juga kena, tidak harus menyebarkan tapi orang bisa mengakses laptop dan menjadi viral bisa kena juga," kata Sumadana.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Kasus Baiq Nuril Cederai Rasa Keadilan

Dari pengakuan Nuril dan fakta di persidangan, hanya satu kali Nuril merekam pembicaraan asusila sang kepala sekolah itu.

Selama ini, percakapan asusila sering dilakukan kepala sekolah pada dirinya, hanya saja baru sekali itu Nuril memberanikan diri menyampaikan pada pihak lain, termasuk suaminya.

Sumadana juga membantah ada data baru yang disampaikan jaksa penuntut umum. Upaya hukum berupa kasasi itu karena keberatan atas hasil putusan PN Mataram yang membebaskan Nuril.

Keberatan itu berdasarkan fakta hukum yang berkembang di persidangan, itu yang digunakan melawan hasil putusan PN Mataram yang membebaskan Nuril.

"Tugas jaksa adalah membuktikan kesalahan terdakwa di persidangan, dengan alibi dan alat bukti yang kuat sampai perkara itu sampai di pengadilan. Ada keyakinan jaksa bahwa perkara itu cukup kuat untuk dibuktikan. Apapun keputusan pengadilan kalau yang namanya putusan bebas jaksa akan melakukan upaya hukum, karena begitu P21 jaksa itu harus sudah yakin perkara itu betul-betul lengkap secara formil dan materil dari segi pembuktian," kata Sumadana.

Dia mengatakan,tugas fungsi dan pokok Kejaksaan, tidak ada alasan untuk tidak menangani kasus ini. Meskipun saat kasus ini bergulir ia belum bertugas, tugas harus dilaksanakan karena ini tangung jawab dirinya sebagai Kepala kejaksaan.

Sumadana menegaskan, dalam perkara Nuril, putusan asli dari MA belum diterimanya, tetapi petikan asli dari MA yang sudah diterimanya.

Biasanya putusan MA agak lama diterima, bahwa petikan itu hanya intisari dari putusan yang lengkap, termasuk didalamnya ada amar putusan. Dikatakannya, bahwa belum menerima putusan lengkap MA tidak akan berpengaruh terhadap langkah eksekusi yang akan dilakukan Kejari Mataram.

"Tidak akan berpengaruh, dengan amar putusan itu saja sudah cukup untuk melakukan eksekusi, itu sudah biasa kami lakukan. Jadi begini, eksekusi yang dilakukan itu tidak semata mata karena keputusan pengadilan, tetapi karena penegakan hukum dan demi keadilan, itu yang kami lakukan," katanya.

Baca juga: Nuril Bersurat Ke Kejagung Tolak Eksekusi Putusan MA

Sehingga, jika ada keinginan Nuril untuk melakukan penundaan eksekusi akan dipertimbangkan, tetapi tetap harus dikonsultasikan dengan pimpinan.

Sebab, terkait dengan kebijakan, SOP, dan hukum, Undang-undang nomor 268 KUHAP menyebutkan, tidak ada penundaan eksekusi dalam hal pengajuan peninjauan ulang (PK).

Saat ditanyakan terkait keberadaan rekan Nuril yang mengambil ponsel Nuril dan mentransfer percakapan kepala sekolah ke dalam laptopnya, apakah bukan seharusnya ikut bertanggung jawab atas tersebarnya percakapan itu, Sumadana menekankan bahwa itu semestinya menjadi pertimbangan dalam membuat sebuah putusan di PN Mataram. 

Jika sudah dieksekusi, tidak ada pertimbangan lain selain berkas perkara dan perkara yang sudah diputus dalam amar putusan itu. Satu-satunya yang menjadi pertimbangan itu adalah amar putusan saja.

"Seharusnya menjadi putusan kemarin, ketika di MA, tidak ada alasan saya bilang, wah ini yang menyebarkan bukan dia tapi yang lain, itu adalah ranah pembuktian," katanya,


Sumadana mengatakan, ada hal penting dalam kasus ini yang bisa diambil hikmahnya, yakni harus berhati-hati menggunakan alat komunikasi yang canggih yang serba informasi teknologi.

"Hati-hati dalam mem-posting, meng-copy paste hal hal yang konten negatif, yang berbau SARA, pornografi, karena bisa merugikan. Harapan saya hati hati bagi masyarakat, jangan sampai ada Nuril ke 2. Kami juga prihatin terhadap Nuril, tetapi apa boleh buat penegakan hukum harus jalan, kan seperti itu," ungkapnya.

Kuasa hukum Nuril Joko Jumadi tetap akan memperjuangkan hak-hak Nuril. Meski pelecehan seksual yang dialami Nuril memang bukan pelecehan secara fisik tetapi pelecehan verbal, itu sudah sangat melanggar hak-hak Nuril sebagai perempuan dan warga negara.

"Kami tetap menganggap bahwa awal mula kasus ini dari tindakan asusila sang kepala sekolah, yang telah membuat Nuril merasa tidak nyaman hingga akhirnya merekam pembicaraannya. Itu adalah upaya pembelaan diri Nuril. Saya kira fakta persidangan sudah cukup kuat menunjukkan posisi Nuril sebagai korban, bukan sebaliknya," kata Joko.

Kompas TV Kejaksaan Negeri Mataram tetap memanggil Baiq Nuril Maknun terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang ITE yang merekam percakapan asusila atasannya di SMA 7 Mataram. Kejaksaan Negeri Mataram hanya menunda pemanggilan Nuril selama lima hari. Sehingga Nuril harus tetap datang ke Kejari Mataram pada Rabu, 21 November mendatang. Pemanggilan itu adalah tindak lanjut dari putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan Nuril bersalah dan dihukum 6 bulan penjara serta denda Rp 500 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com