Keluarga Nuril sempat meminta keringanan agar tidak diteruskan kasusnya ke atasannya, namun justru diperlakukan tidak sepatutnya, diminta membayar ganti rugi atas rasa malunya atas rekaman percakapannya tersebut.
Kasus itu terus bergulir hingga akhirnya Nuril dimasukkan dalam tahanan di Rutan Mataram. Secara tidak sengaja Joko Jumadi , kuasa Hukum Nuril yang juga adalah ketua Divisi Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) menerima laporan ada tiga anak telantar di kediaman Nuril.
Setelah dicari tahu penyebabnya, ternyata ibu dari tiga anak tersebut tengah ditahan karena kasus UU ITE. Sejak itulah kasus Nuril mencuat dan muncul dukungan dari berbagai kalangan utnuk membantunya.
”Saya tidak akan lupakan itu semua, bagaimana semua pihak mendukung dan membantu hingga PN Mataram membebaskan saya dari segala tuduhan, bahkan Ketua Majelis Hakim meneteskan air mata saat memutuskan saya bebas. Saya tak bisa lupakan pak Hakim itu, dia baik sekali, dalam persidangan dia santun menanyakan apapun pada saya, saya ingin berterimakasih pada pak Hakim yang membebaskan saya," kata Nuril.
Majelis Hakim yang meneteskan air mata itu adalah mantan wakil PN Mataram, bernama Albertus Usada SH, dan saat ini bertugas di Pengadilan Negeri Klaten.
Surat panggilan itu memang diyakini Nuril pasti akan datang. Dia berusaha tetap tenang dan tabah menghadapi ketidakadilan yang dirasakannya.
Air mata Nuril sudah terlalu sering tumpah, kini dia akan menghadapi dan mengejar keadilan yang diimpikannya sebagai perempuan dan warga negara yang merdeka.
Suami Nuril Isnaini mengaku prihatin atas apa yang dihadapi istrinya. Dia tetap akan mendampingi Nuril mengejar keadilan. Baginya, apa yang dilakukan penegak hukum terhadap istrinya adalah tindakan yang jauh dari keadilan.
"Ini tidak adil bagi istri saya juga kami, saya berharap surat itu tak kan pernah sampai, tapi hari ini di Jumat siang ini, surat panggilan untuk istri saya sampai, kenapa ya dengan keadilan bagi rakyat kecil itu sulit," katanya.
Tak mungkin menunda eksekusi
Kepala Kejari Mataram tetap berpegang bahwa eksekusi tak bisa ditunda. Apalagi, saat ini tim kuasa hukum Nuril, menurutnya, belum melayangkan penundaan eksekusi. Namun, pihaknya menghormati upaya yang dilakukan tim kuasa hukum Nuril.
"Kami juga menghormati keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dalam rangka menegakkan keadilan, menegakkan hukum. Mau tidak mau proses eksekusi harus kami lakukan, mengenai nanti ada penundaan atau tidak kami lihat dulu perkembangannya, permohonannya seperti apa, kepentingan hukumnya seperti apa," kata Sumadana.
Dikatakannya, dari pengalaman di lapangan selama ini, penundaan eksekusi tidak ada sama sekali, bahkan Peninjauan kembali (PK) tidak menghalangi upaya eksekusi.
"Tetapi, karena ini menjadi perhatian publik kami akan berkonsultasi ke pimpinan untuk dilakukan penundaan dalam batas waktu yang bisa ditoleransi secara hukum. Hari ini saya bersurat ke Kejaksaan Agung, baru saya habis tanda tangan dan sudah kami kirim," katanya.
Terkait pemanggilan, kuasa hukum Nuril Joko Jumadi mengatakan, pihaknya bersama Nuril akan memenuhi panggilan tetapi akan mengajukan keberatan jika dilaksanakan eksekusi.
"Karena sampai hari ini belum da salinan putusan MA, kami tetap berpegang tegung pada KUHAP, pasal 270 yang menyatakan bahwa pelaksanaan eksekusi itu dilaksanakan berdasarkan salinan putusan pengadilan bukan petikan putusan," kata Joko. (Bersambung)
Selanjutnya baca juga: Saat Nuril Masih Memburu Keadilan (2), Kajati Mataram: Nuril Tidak Dilecehkan Fisik hanya Verbal
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.