Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tawurji, Tradisi Sedekah Keraton di Cirebon, dan Konteks yang Terlupakan (2)

Kompas.com - 16/11/2018, 13:49 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

CIREBON, KOMPAS.com - Tradisi tawurji adalah tradisi sedekah di Cirebon, Jawa Barat. Ratu Raja Arimbi Nurtina, Juru Bicara Keraton Kanoman menyampaikan, tawurji merupakan tradisi yang diturunkan Sunan Gunung Jati, Syekh Syarif Hidayatullah pada bulan Safar.

Tawurji tak lain adalah ajakan agar orang yang mampu untuk bersedekah sebanyak-banyanya kepada kalangan yang kurang mampu. Tawurji berasal dari dua kata tawur artinya memberi, dan ji berasal dari kata haji yang disimbolkan sebagai orang mampu.

“Biasanya kami juga memberikan secara langsung kepada yang patut menerima sedekah, hanya mungkin ada tradisi yang memang dari awal skala kecil, membagikan secara “surak” (sedekah uang receh yang disebar). Jumlah warganya dari tahun ke tahun meningkat. Arti dari tawurji adalah, sodakoh bahwa di antara harta kita ada orang yang berhak,” jelas Ratu Arimbi.

Baca juga: “Tradisi Tawurji” Ngalap Berkah dan Mempertahankan Kearifan Lokal 

Sekretaris Kesultanan Kanoman ini menjelaskan, tawurji dilakukan pada hari Rabu akhir di bulan Safar, atau dikenal “Rebo Wekasan”. Tawurji menutup dari bulan yang memiliki beberapa catatan peristiwa duka, bala, dan bencana, sekaligus menyambut datangnya bulan mulud, dimana Nabi Muhamad dilahirkan. Uang yang disediakan pecahan Rp 500 hingga Rp 1.000. “Tahun ini kita menyediakan sekitar 5 juta rupiah,” jelas Ratu Arimbi.

Keraton Kacirebonan

Sama dengan Keraton Kanoman, tradisi tawurji berupa surak juga berlangsung di Keraton Kacirebonan. Sultan Kacirebonan IX Pangeran Raja Abdul Gani Nata Diningrat Dekarangga, menyampaikan, sejumlah warga sekitar keraton berkumpul di halaman keraton pada Rebo Wekasan. Mereka bersama-sama melangsungkan esensi dari tradisi tawurji, yakni saling berbagi, bersedekah, dan berdoa bersama.

“Esensi tawurji bersedekah. Kita berbagi dengan orang yang tidak mampu. Setelah itu kita menggelar sajian apem yang berasal dari kata afwu yakni memohon maaf. Itu kami berikan untuk warga. Munculnya tawurji dan apem tak lain adalah wasiat dari Sunan Gunung Jati yang sangat dahulu dikenal dekat dengan warganya,” kata Abdul Gani saat ditemui Kompas.com di keraton, Jumat (16/11/2018).

Suami dari Raden Ayu Muttoyyaroh Beda ini mengungkapkan tradisi tawurji mulai perlahan hilang. Dahulu, tawurji tidak hanya di keraton, melainkan hampir di tiap orang yang mampu dan memegang teguh tradisi. “Sekarang sudah mulai agak hilang, mungkin mood zaman sekarang berbeda,” kata dia singkat.

Baca juga: Tawurji, Tradisi Sedekah Keraton di Cirebon, dan Konteks yang Terlupakan (1)

Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan XIV, PRA Arief Natadiningrat, juga menyampaikan hal serupa. Saat ditemui Kompas.com, Kamis (15/11/2018), Arief menyebut, tawurji berasal dari amanat Sunan Gunung Jati ingsun titip tajug lan fakir miskin – saya titip mushola (tempat ibadah) dan fakir miskin.

“Tawurji adalah tradisi yang berkembang di masyarkat, ini juga salah satu yang diamanatkan oleh Alquran dan juga oleh Rosullullah bahwa kita harus ingat kepada fakir miskin. Tradisi yang ada di masyarakat ini mengingatkan kepada kita semua dengan lagu tawurji: wuuur, tawurji, tawuur, selamat dawa umur, tawurji, dan seterusnya,” kata Arief sambil berdendang.

Arief menyampaikan tradisi tawurji yang dilakukan Kasepuhan tidak diperlihatkan kepada umum. Sedekahnya dalam acara yang dikenal sholawatan. Uang-uang receh itu dikumpulkan di dalam bokor sejenis wadah untuk menampung uang, yang kemudian dipakai untuk keperluan publik bersama.

Baca selanjutnya: Tawurji, Tradisi Sedekah Keraton di Cirebon, dan Konteks yang Terlupakan (3)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com