Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi UGM Saat KKN: Viral lewat Balairungpress hingga Wisuda Ditunda

Kompas.com - 14/11/2018, 13:23 WIB
Wijaya Kusuma,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Seorang mahasiswi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh sesama rekan KKN berinisial HS, mahasiswa Fakultas Teknik UGM.

Peristiwa ini terjadi saat Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku, pertengahan tahun 2017 lalu.

Peristiwa tersebut kembali mencuat setelah kasusnya muncul di pemberitaan Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM.

"Kasus seperti yang diberitakan di Balairungpress itu memang pernah terjadi. UGM menaruh empati yang luar biasa kepada penyintas yang menjadi korban, kami juga merasa prihatin dengan kejadian itu," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani saat ditemui Kompas.com, Selasa (06/11/2018).

Setelah mengetahui kejadian tersebut, UGM langsung melakukan tindakan dan penanganan dengan membentuk tim investigasi independen berisikan dari dosen Fisipol, dosen Fakultas Teknik dan dosen Fakultas Psikologi.

Baca juga: Menteri Yohana Minta Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi UGM Ditangani Serius

 

Tim independen ini dibentuk melalui surat keputusan rektor UGM.

Tim independen yang melakukan investigasi langsung ke lapangan telah memberikan rekomendasi-rekomendasi yang juga sudah dijalankan oleh UGM.

Meski demikian, UGM tetap akan menindaklanjuti keluhan penyintas yang disampaikan dalam pemberitaan Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung. 

"Pada intinya UGM membantu dan mengawal penyintas ini untuk mendapat keadilan seadil-adilnya, itu prinsipnya. Langkah hukum akan kami ambil dan percayakan proses ini kepada yang berwenang," ucapnya.

 

1. Tuntutan mahasiswa UGM 

Sejumlah mahasiswa, yang tergabung dalam gerakan #kitaAGNI dengan nama gerakan "UGM Darurat Kekerasan Seksual", mengelar aksi di Taman San Siro Fisipol UGM.

Agni merupakan nama samaran penyintas, korban pelecehan seksual saat mengikuti program KKN pada pertengahan 2017 lalu.

Aksi yang diikuti mahasiswa, dosen, tenaga pendidikan, maupun organisasi dan komunitas memiliki komitmen mendukung penyintas ini diwarnai dengan membunyikan peluit dan memukul kentongan serta membubuhkan tanda tangan disebuah baliho yang terdapat petisi dan tuntutan gerakan #kitaAGNI .

"Secara singkat, gerakan ini lahir karena pelaku kekerasan seksual dari kasus Agni akan segera diwisuda dan namanya sudah tercantum dalam daftar wisudawan November 2018 ini, tanpa penyintas mendapatkan transparansi, kejelasan, dan hukuman yang adil bagi pelaku kekerasan seksualnya," ujar narahubung #kitaAGNI Cornelia Natasya, Kamis (08/11/2018).

Baca juga: Penyintas Tuntut Pelaku Pelecehan Seksual UGM di-Drop Out

Natasya menyampaikan, masih banyak kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di UGM. Oleh karena itu, aksi ini merupakan awal dan akan ada lagi gerakan-gerakan selanjutnya.

Gerakan ini digelar supaya kasus pelecehan maupun kekerasan seksual dapat diselesaikan secara adil dan transparan. 

 

2. Wisuda pelaku ditunda 

Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani memastikan bahwa mahasiswa berinisial HS yang diduga sebagai pelaku pelecehan seksual belum boleh mengikuti wisuda.

"Proses akademis yang bersangkutan di fakultas sudah selesai, memang iya," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/11/2018).

Iva menuturkan, meski kewajiban akademiknya sudah selesai, transkrip nilai belum keluar. Sebab, yang bersangkutan belum menjalani wisuda karena mendapatkan sanksi.

"Yang bersangkutan mendapatkan sanksi belum boleh wisuda minimal enam bulan ke depan atau sampai kasus ini dinyatakan selesai," tuturnya.

 

3. Proses mediasi 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise pun turut angkat suara terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi di UGM saat program KKN pada pertengahan tahun 2017 lalu.

Usai menjadi pembicara di di kuliah umum di Auditorium Merapi Fakultas Geografi UGM, kepada wartawan Yohana menyampaikan sudah berkomunikasi terkait kasus pelecehan seksual mahasiswi UGM saat mengikuti program KKN.

Pengecekan kepada korban dan yang diduga pelaku termasuk kedua keluarga juga sudah dilakukan.

"Dicek untuk mengetahui ceritanya. Setelah dicek ke korban dan keluarga-keluarga masing-masing, kelihatannya sedang dalam proses mediasi antarkeluarga," ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Jumat (9/11/2018).

Pihaknya belum mengetahui apakah kasus ini akan dilanjutkan ke jalur hukum atau tidak. Meski demikian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memastikan akan tetap mengawal dan mendampingi proses ini hingga selesai.

 

4. Rektor berharap penyintas dan pelaku sama-sama lulus

Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono menegaskan mampu menyelesaikan kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi saat KKN pada pertengahan tahun 2017 lalu.

"Saya sebagai orangtua, sejak awal meyakini bahwa UGM mampu menyelesaikan persoalan ini," ujar Rektor UGM Panut Mulyono saat ditemui di UGM, Jumat (9/11/2018).

Diungkapkannya, pihaknya bakal menyelesaikan persoalan ini berdasarkan peraturan-peraturan yang ada di UGM dan akan menghasilkan keputusan yang seadil-adilnya bagi kedua belah pihak.

"Dua-duanya adalah anak kami, yang kami wajib untuk memberikan edukasi. Bagi yang salah kami berikan sanksi yang setimpal, tetapi nantinya harapannya dia menjadi orang yang baik," katanya.

Baca juga: Fakta Dugaan Pelecehan Saat KKN, UGM Dianggap Tak Tuntas hingga Sanksi Terduga Pelaku

Panut menuturkan, sebetulnya mempunyai harapan kedua mahasiswa bisa lulus dari UGM. Setelah lulus dapat berguna bagi bangsa dan negara.

"Sebetulnya kami ingin dua-duanya lulus dari UGM, menjadi orang yang lebih baik, kelak bisa menjadi orang-orang yang berkontribusi bagi masyarakat, bangsa dan negara," tegasnya

Disampaikanya pihaknya juga sangat bersimpati kepada penyintas. UGM berkomitmen akan membantu penyintas untuk mendapatkan keadilan dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada.

"Kami yakin sebetulnya tanpa ke ranah hukum, UGM bisa menyelesaikan sendiri persoalan ini, dengan sebaik-baiknya, dengan seadil-adilnya," ucapnya.

 

5. Ombudsman investigasi dugaan maladministrasi penanganan kasus pelecehan seksual di UGM

 

Ombudsman RI perwakilan DIY-Jateng akan mendalami adanya dugaan maladministrasi dalam penanganan kasus pelecehan seksual yang terjadi di KKN UGM pada pertengahan tahun 2017 lalu.

Pernyataan ini disampaikan oleh Ombudsman setelah melakukan pertemuan dengan perwakilan gerakan #kitaAGNI di kantor Ombudsman RI perwakilan DIY-Jateng Jalan Wolter Monginsidi 20, Yogyakarta.

Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu, dalam jumpa pers, Sabtu (10/11/2018) menyampaikan, dari informasi awal, kasus pelecehan seksual ini terjadi saat program KKN pertengahan tahun 2017 lalu.

Setahun berlalu, penyelesaian kasus ini belum tuntas dan belum memberikan keadilan kepada penyintas.

"Ada potensi maladministrasi terkait penundaan berlarut yang dilakukan oleh UGM dalam menangani kasus ini," ujar Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, dalam jumpa pers, Sabtu (10/11/2018)

Ombudsman RI perwakilan DIY-Jateng pun akan menindaklanjuti dengan melakukan investigasi mendalam terkait penanganan kasus pelecehan seksual yang terjadi pada pertengahan tahun 2017 lalu ini.

 

6. Penyintas tuntut pelaku di-DO

Perwakilan gerakan #kitaAGNI menyampaikan tuntutan penyintas agar Universitas Gadjah Mada (UGM) menindak tegas pelaku pelecehan seksual dengan sanksi drop out.

Perwakilan #kitaAgni, Nadine Kusuma mengatakan, tuntutan yang disampaikan saat aksi di Taman San Siro Fisipol UGM telah melalui konfirmasi penyintas.

Tuntutan penyintas ini disampaikan oleh perwakilan gerakan #kitaAGNI usai bertemu dengan Ombudsman RI.

"Tuntutan untuk drop out sendiri tentu saja sudah melalui konfirmasi penyintas sendiri. Penyintas sangat menginginkan untuk pihak kampus secara tegas memberikan hukuman drop out dan catatan buruk kepada pelaku," ujar Nadine Kusuma, Sabtu (10/11/2018).

Dosen Fisipol UGM Pipin Jamson yang turut hadir bertemu dengan Ombudsman menuturkan pertemuan dengan Ombudsman RI untuk menindaklanjuti tuntutan yang disampaikan pada aksi 8 November lalu di Taman San Siro Fisipol.

Baca juga: Kasus Mencuat Lagi, UGM Dinilai Tak Tuntas Tangani Dugaan Upaya Pemerkosaan

"Ada 1.600 mahasiswa, dosen, tenaga pendidikan, maupun organisasi dan komunitas yang menandatangani dukungannya. Secara spesifik dukungan juga menyebutkan NIM dan nomor induk pegawai, supaya lebih jelas, benar-benar hadir, orangnya bukan virtual dan bukan anonim," tandasnya.

Menurutnya, tuntutan yang penting kepada UGM dalam hal ini rektorat, adalah memberikan pernyataan kepada publik yang berisi pengakuan bahwa tindak pelecehan dan kekerasan seksual dalam bentuk apa pun, terlebih pemerkosaan, merupakan pelanggaran berat.

"Victim blamming itu menjadi hal yang sangat merugikan dan sangat berdampak negatif kepada kondisi psikologi penyintas," urainya.

 

7. Didorong ke ranah hukum

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia Senin (12/11/2018) menemui Dekan Fakultas Fisipol dan Rektorat UGM. Pada pertemuan itu, LPSK mendorong agar penanganan kasus dugaan pelecehan di UGM dibawa ke ranah hukum.

Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo mengatakan, kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi saat program KKN UGM pada pertengahan tahun 2017 lalu sudah terlanjur muncul di publik dan desakan masyarakat cukup besar agar bisa diselesaikan secara hukum.

Meskipun penguatan secara psikologis, penguatan secara batin dan pemulihan penyintas tetap harus dilanjutkan oleh UGM.

"Tadi kami menyarankan itu (penyelesaian secara hukum) kepada Pak Rektor. Tetapi, tentu saja dengan mempertimbangkan kepentingan penyintas, itu yang utama," kata Hasto, saat ditemui di UGM, Senin (12/11/2018).

Baca juga: LPSK Dorong Penyelesaian Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi UGM Dibawa ke Ranah Hukum

Penyelesaian secara hukum, menurut Hasto, juga bisa menjadi pembelajaran di masyarakat. Di mana permasalahan hukum harus diselesaikan secara hukum pula.

Menurut dia, jika kasus ini tidak diselesaikan secara hukum, maka bisa mempengaruhi penilaian publik terhadap UGM sebagai institusi pendidikan.

"Ya kalau yang bersangkutan merasa terancam, LPSK wajib memberikan perlindungan," katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com