Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Adul, Siswa yang Merangkak Sejauh 3 Km demi Sekolah

Kompas.com - 12/11/2018, 20:01 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Anak itu bernama Mukhlis Abdul Holik, lahir di Sukabumi pada 8 April 2010. Sejak lahir Adul, sapaan akrabnya, memiliki kekurangan fisik pada kedua kakinya.

Untuk berjalan, Adul harus merangkak dengan kedua tangannya menjadi tumpuan. Putera keempat dari empat bersaudara pasangan Dadan Hamdani (52) dan Pipin (48) tersebut akhir-akhir ini menjadi perbincangan. Semangatnya untuk bersekolah mengalahkan keterbatasan fisik yang dimilikinya.

Inilah fakta di balik perjuangan Adul bersekolah untuk meraih mimpinya. 

1. Adul, sosok anak rajin dan tak pantang menyerah

Mukhlis Abdul Holik alias Adul KOMPAS.com/BUDIYANTO Mukhlis Abdul Holik alias Adul

Adul saat ini duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN) X Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di mata guru wali kelasnya, Euis Khodijah, Adul adalah anak istimewa.

"Adul ini punya semangat tinggi, anaknya baik dan rajin belajar. Dalam menerima materi pelajaran sama dengan anak yang lainnya," ungkap Wali Kelas 3 Euis Khodijah kepada Kompas.com saat ditemui di sekolah, Sabtu (10/11/2018).

Euis mengatakan, meskipun mempunyai kekurangan fisik, namun Adul tidak minder dan saat bermain dengan teman-temannya juga biasa.

Bahkan dia juga aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka dan olahraga.

"Alhamdulillah teman-temannya juga menerima dengan baik. Kalau Adul ada keperluan, misal ke kamar mandi, teman-temannya yang mengantarkan Adul, katanya.

Hal senada juga diungkapkan Kepala SDN X Cibadak, Epi Mulyadi.

"Adul juga mampu mengerjakan semua tugas sekolah tanpa kekurangan. Adul punya hak yang sama dalam menempuh pendidikan seperti anak-anak lainnya, anak-anak seusianya," kata Epi.

Baca Juga: Semangat Adul, Siswa Difabel Kelas 3 SD yang Merangkak 3 Km ke Sekolah

2. Alasan pihak sekolah menerima Adul

Ilustrasi siswa SD. . Siswa SD Negeri 002 Peso, Bulungan yang terletak di pedalaman, melakukan kegiatan membaca di luar jam pembelajaran. Kabupaten Bulungan menjadi daerah pertama di Indonesia yang memasukan suplai buku bacaan anak kedalam komponen BOSDA. Dok Disdikbud Bulungan Ilustrasi siswa SD. . Siswa SD Negeri 002 Peso, Bulungan yang terletak di pedalaman, melakukan kegiatan membaca di luar jam pembelajaran. Kabupaten Bulungan menjadi daerah pertama di Indonesia yang memasukan suplai buku bacaan anak kedalam komponen BOSDA.

Epi menjelaskan Adul diterima di sekolahnya karena beberapa pertimbangan, salah satunya adalah lokasi SDN X adalah yang terdekat dengan rumah Adul. Selain itu, pihak sekolah melihat latar belakang ekonomi keluarga Adul.

"Kami juga tidak memandang kondisi keterbatasan fisik. Apalagi dia termasuk anak yang pandai, aktif dan punya semangat tinggi untuk belajar di sekolah," jelas Epi mendampingi Adul saat ditemui di sekolahannya, Sabtu.

"Adul juga mampu mengerjakan semua tugas sekolah tanpa kekurangan. Adul punya hak yang sama dalam menempuh pendidikan seperti anak-anak lainnya, anak-anak seusianya," kata Epi.

Epi mengaku pernah ada warga yang mempertanyakan kebijakan sekolah menerima Adul.

"Ya, SLB yang terdekat lokasinya cukup jauh dari kediaman keluarga. Dan, pertimbangan ekonomi keluarga juga menjadi alasan kami menerima Adul," tutur dia.

"Kalau memang anak ini mampu kenapa harus kami tolak masuk sekolah kami," kata Epi.

Baca Juga: Saat Anak SD Teriak Petugas Pajak Jahat di Depan Sri Mulyani...

3. Jalur perjuangan Adul, setapak yang curam hingga jembatan bambu

Siswa menyeberangi sungai untuk kembali ke rumah setelah masuk sekolah pada hari pertama di Desa Jragung, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (15/7/2013)KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Siswa menyeberangi sungai untuk kembali ke rumah setelah masuk sekolah pada hari pertama di Desa Jragung, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (15/7/2013)

Dari rumahnya di kaki perbukitan Gunung Walat menuju sekolahnya, Adul harus melintasi jalan setapak curam.

Bila musim hujan tiba, jalan tersebut sangat licin dan cukup berbahaya. Adul pun harus berhati-hati.

Setelah itu, Adul harus menyeberangi selokan dengan memanfaatkan jembatan terbuat anyaman bambu.

"Perjalanan seperti ini sudah biasa setiap hari," kata ibunda Adul, Pipin, Sabtu siang.

Pipin pun menceritakan, saat awal masuk kelas 1 hingga kelas 2, Adul harus digendong. Setelah masuk kelas tiga, Adul mulai terbiasa berjalan sendiri.

Untuk mencapai sekolahnya, memang tidak dilakukan dengan terus dengan berjalan kaki. Karena, setelah mencapai jalan desa, Adul bisa menumpang motor ojek sekitar 1 kilometer dengan ongkos Rp7.000 sekali jalan.

"Kalau ada uangnya kami pakai ojek. Tapi kalau lagi enggak ada uang ya terpaksa berjalan kaki sampai sekolah begitu juga pulangnya," kata aku Pipin.

Baca Juga: Bocah SD Ciptakan Alat Pengering Sikat Gigi, Ini Alasannya

4. Pertolongan dari pesantren, perjalanan Adul lebih singkat

Siswa Sekolah Dasar Negeri Cigoong 2 berangkat sekolah dengan meniti jembatan rusak yang menghubungan Desa Karyajaya dan Desa Cigoong Selatan, Lebak, Banten, 7 April 2014. Selama dua tahun mereka menantang bahaya menuju sekolah melalui jembatan ini. Jika memutar mereka harus menempuh perjalanan tiga kilometer untuk mencapai sekolah.KOMPAS IMAGES / KRISTIANTO PURNOMO Siswa Sekolah Dasar Negeri Cigoong 2 berangkat sekolah dengan meniti jembatan rusak yang menghubungan Desa Karyajaya dan Desa Cigoong Selatan, Lebak, Banten, 7 April 2014. Selama dua tahun mereka menantang bahaya menuju sekolah melalui jembatan ini. Jika memutar mereka harus menempuh perjalanan tiga kilometer untuk mencapai sekolah.

Sebenarnya, total jarak rumah Adul ke sekolah bila menggunakan jalan kampung yang utama sekitar 5 kilometer.

Namun setelah Kepala SMA Pesantren Unggul Al Bayan mengizinkan Adul melintas melewati area SMA itu, maka jarak tempuhnya menjadi lebih singkat, hanya sekitar 3 kilometer.

"Alhamdulillah, kami sudah mendapatkan izin dari kepala sekolah Al Bayan. Sehingga perjalanan lebih singkat," kata Pipin.

Belum usai, Adul harus melewati beberapa anak tangga sebelum keluar dari SMA pesantren Al Bayan untuk menuju jalan setapak ke kampungnya.

Adul pun menyusuri jalan setapak di kampung, menyeberangi jembatan bambu di atas selokan, dan akhirnya sampailah di rumah.

"Ya, setiap hari ditemani ibu. Kalau dulu masih digendong, sekarang sudah besar, sudah bisa jalan sendiri," kata Adul kepada Kompas.com usai pulang sekolah.

Baca Juga: Atap Sekolah Nyaris Ambruk Diguyur Hujan, Siswa Belajar di Teras

5. Kata Adul tentang petugas pemadam kebakaran dan dokter

Bhabinkamtibmas Desa Mongiilo Utara Aipda Ismet Ishak (kiri) membantu siswa yang menaiki rakit penyeberangan untuk berangkat ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (5/9/2017). Sebanyak 30 siswa dari Mongiilo Utara dan Ilomata harus berjalan kaki sejauh 2-4 kilometer dari rumah mereka dan menyeberangi sungai untuk berangkat ke sekolah yang berada di Mongiilo Induk. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin Bhabinkamtibmas Desa Mongiilo Utara Aipda Ismet Ishak (kiri) membantu siswa yang menaiki rakit penyeberangan untuk berangkat ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (5/9/2017). Sebanyak 30 siswa dari Mongiilo Utara dan Ilomata harus berjalan kaki sejauh 2-4 kilometer dari rumah mereka dan menyeberangi sungai untuk berangkat ke sekolah yang berada di Mongiilo Induk.

Adul yang penuh semangat untuk menuntut ilmu ini bercita-cita menjadi seorang petugas pemadam kebakaran.

Selain itu, ternyata ada cita-cita yang lainnya yaitu menjadi dokter. Alasannya menjadi petugas pemadam kebakaran, Adul menjawab agar bisa membantu orang yang membutuhkan.

"Ingin menolong orang lain," jawab Adul dengan suara parau karena terganggu tenggorokannya.

Begitu juga kalau menjadi dokter, lanjut dia, tujuannya juga sama, untuk membantu orang lain, terutama yang sedang mengalami sakit.

"Waktu itu sakit panas, batuk dan sakit telinga. Sama dokter perutnya diperiksa dan dikasih obat, menjadi dokter bisa menolong orang yang sakit," katanya.

Baca Juga: 4 Fakta di Balik Proyek Jalan Yogya-Wonosari, Belajar Terganggu hingga Terserang Batuk

Sumber: KOMPAS.com (Budiyanto)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com