Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik "Tampang Boyolali", Asal Muasal Nama hingga Sebutan Kota Susu

Kompas.com - 08/11/2018, 07:00 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Akhir-akhir ini, nama Kota Boyolali menjadi pembahasan para tokoh politik. Hal ini tak lepas dari pidato Prabowo Subianto yang menyebutkan dua kata, "tampang Boyolali".

Dua kata tersebut spontan memicu ribuan warga Boyolali turun ke jalan dan meminta Prabowo meminta maaf atas ucapannya tersebut.

Bahkan, seorang warga kelahiran Boyolali bernama Dakun, mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan Prabowo Subianto pada hari Jumat (2/11/2018).

Lepas dari perdebatan para politisi tentang ungkapan "tampang Boyolali", Kompas.com mencoba menelusuri asal muasal Kota Boyolali yang dikenal juga sebagai Kota Susu.

Asal muasal nama Boyolali

Menurut Adi Deswijaya, filolog dan dosen dari Universitas Veteran Bangun Nusantara, Sukoharjo, asal muasal nama Boyolali tidak lepas dari kisah Kyai Ageng Pandanarang abad XVI.

Adi mengutip dari buku aksara Jawa Cetak dengan judul "Kyai Ageng Pandhanarang", karya Soewignja, tahun 1938.

Saat itu, Ki Ageng Pandhanarang (Sunan Bayat) bersama istrinya dan kedua pengikutnya hendak menuju ke Tembayat, Klaten.

Sesampainya di Bayalali, istri Ki Ageng Pandhanarang agak tertinggal jalannya di belakang suaminya.

Lalu, Nyi Ageng berkata kepada suaminya, "Kyai, baya wis lali, teka ninggal bae (Kyai, kelihatannya sudah lupa ya sampai-sampai meninggalkan-red)".

"Dari kata-kata Nyai Ageng Pandhanarang tadi 'baya wis lali', yang menjadikan daerah tersebut diberi nama Bayalali," kata Adi, Rabu (7/11/2018).

Andi menuturkan, untuk pemberian nama sebuah daerah atau kota bisa dipengaruhi sejumlah faktor, antara lain kondisi geografis dan pemberian dari tokoh.

Kota Susu yang setara dengan New Zealand

Kota Boyolali dikenal sebagai daerah penghasil susu sapi dan pemasok daging sapi lokal terbanyak di Jawa Tengah.

Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, produksi susu sapi segar di kota ini mencapai 80.000 liter per hari dengan jumlah susu yang dipasarkan untuk konsumsi manusia langsung ataupun diolah industri sekitar 59.000 liter.

Baca Juga: Ini 4 Fakta Menarik dari Kota Boyolali...

Populasi sapi perah di Boyolali mencapai 60.000 ekor dengan jumlah sapi perah yang memproduksi susu sekitar 28.000 ekor.

Selain itu, Kecamatan Ampel di Boyolali merupakan sentra pemotongan sapi lokal dan produk dari daging sapi, misalnya abon sapi.

Potensi tersebut membuat Boyolali juga mendapat julukan New Zealand Van Java atau Selandia Baru di Jawa. New Zealand juga terkenal sebagai produsen susu dan daging sapi.

Antara Merbabu dan Merapi

Sejumlah warga berdoa bersama dan menghidangkan 12 macam nasi tumpeng dan tujuh obor saat Tradisi Ngetoke di Stabelan, Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (24/5). Tradisi yang telah dilakukan turun temurun oleh warga setempat yang bertempat tinggal sekitar 3.5 km dari puncak Gunung Merapi itu bertujuan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa jika terjadi erupsi Gunung Merapi. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/kye/18. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho Sejumlah warga berdoa bersama dan menghidangkan 12 macam nasi tumpeng dan tujuh obor saat Tradisi Ngetoke di Stabelan, Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (24/5). Tradisi yang telah dilakukan turun temurun oleh warga setempat yang bertempat tinggal sekitar 3.5 km dari puncak Gunung Merapi itu bertujuan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa jika terjadi erupsi Gunung Merapi. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/kye/18.

Kabupaten Boyolali terletak di antara dua gunung fenomenal di Pulau Jawa, yaitu Gunung Merapi dan Merbabu.

Keindahan alam di Boyolali pun tak terbantahkan. Lokasi bernuansa pegunungan dengan budaya masyarakat lereng Merapi dan Merbabu menjadi daya tarik wisatawan.

New Selo menjadi lokasi favorit untuk menikmati suasana di lereng Merapi yang terletak di Kecamatan Selo, Boyolali. New Selo juga menjadi pintu masuk bagi para pendaki Gunung Merapi.

Festival lima gunung yang melibatkan masyarakat di lima gunung, Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong, dan Menoreh, semakin menegaskan warga Boyolali keistimewaannya.

Secara geografis, Kota Boyolali merupakan bagian wilayah eks-Karisidenan Surakarta. Boyolali terletak berdekatan dengan Kota Surakarta, Sragen, Salatiga, Purwodadi, dan Magelang.

Investasi tanaman obat alami

Pioner kopi liar Lencoh, Iswondo (43) memetik biji kopi di lahan miliknya di Dukuh Plalangan, Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah.KOMPAS.com/Labib Zamani Pioner kopi liar Lencoh, Iswondo (43) memetik biji kopi di lahan miliknya di Dukuh Plalangan, Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah.

Kabupaten Boyolali memiliki potensi penyulingan minyak Atsiri yang dihasilkan dari pohon Kenanga. Pohon Kenangan ini banyak ditemui di Desa Bendan, Kecamatan Banyudono.

Setelah melalui proses penyulingan, minyak Atsiri akan memiliki nilai jual yang tinggi. Minyak ini di dunia internasional dikenal dengan nama minyak ylang ylang yang banyak digunakan spa.

Selain itu, dikutip dari situs Boyolali.go.id, prospek investasi biofarmaka terutama tanaman kencur dan jahe sangat besar di Boyolali.

Dua komoditas ini digunakan untuk bahan industri farmasi dan obat-obatan dengan nilai kapasitas investasi sebesar Rp 1.740.600.000. Sedang komoditas jahe dengan nilai kapasitas investasi Rp 11.325.000.

Produksi kencur berada di Kecamatan Nogosari, Kecamatan Simo, Kecamatan Andong, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Ampel dan Kecamatan Boyolali.

Baca Juga: 5 Fakta Penting Kasus "Tampang Boyolali", Pidato Lengkap Prabowo hingga Menuai Gelombang Protes

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com