LAMONGAN, KOMPAS.com – Akhir 2013, bangunan peninggalan bersejarah di pertama kali ditemukan di Dusun Montor, Desa Pataan, Kecamatan Sambeng, Lamongan. Dengan proses ekskavasi tahap kedua, kembali dilakukan Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Jawa Timur minggu lalu.
Area penemuan bangunan peninggalan bersejarah tersebut, memang tidak terlalu jauh dari pemukiman warga Dusun Montor, Desa Pataan. Meski bangunan itu masuk dalam areal Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mojokerto, yang sehari-hari difungsikan oleh warga sekitar sebagai lahan bercocok tanaman jagung.
“Sebelum ditemukan, di area itu dikenal warga di sini sebagai tempat angker, lantaran banyak kejadian aneh-aneh sebelumnya,” ujar salah seorang warga Dusun Montor, Kasiat (80), kepada Kompas.com, Selasa (30/10/2018).
Baca berita sebelumnya di sini: Penemuan Bangunan Purbakala di Lamongan Bikin Bingung Petugas
Bahkan, Kasiat yang biasa bertanam jagung di area tak jauh dari lokasi ditemukannya bangunan peninggalan bersejarah tersebut menceritakan, beberapa kali ternak warga yang ‘mampir mencari makan’ di lokasi tersebut tak lagi pernah ditemukan.
“Sempat juga pas ke ladang, saya melihat ular besar, mungkin panjangnya sampai 2 meter di situ (area bangunan). Sekali saja, belum pernah lihat lagi sampai sekarang. Tapi sebelum di situ dibersihkan seperti sekarang, masih dipenuhi semak-belukar, sekitar tahun 62 (1962),” terangnya.
Keadaaan di area tersebut merupakan bangunan peninggalan bersejarah yang tertata rapi dahulunya semakin terlihat jelas, lantaran tak jauh dari temuan proses ekskavasi tahap kedua minggu kemarin di bangunan yang ditengarai sebagai gapura atau bentar, terdapat sumber mata air. Padahal, parit yang melintas di atas sumber mata air tersebut tidak sedang dialiri air.
Baca juga: Temuan Batu Bata Kuno Mirip Fondasi di Kediri Dipastikan Benda Purbakala
“Kalau yang saya tahu, air di sini itu dari sendang (telaga) yang ada tak jauh dari kampung (Dusun Montor), seperti ada salurannya tersendiri. Kami di sini biasa menggunakan airnya, untuk menyirami jagung saat kemarau seperti sekarang,” tutur dia.
Usli, salah seorang petugas dari BPCB Trowulan Jawa Timur membenarkan, bila sebelum resmi dilakukan proses ekskavasi pertama kali di akhir 2013 silam, area tersebut memang sempat dipenuhi semak-belukar.
“Biasa, sama seperti bangunan peninggalan bersejarah di tempat lain juga begitu. Dan bangunan-bangunan ini memang kerap dianggap angker oleh warga, meski bagi kami itu sudah biasa, tergantung pada keyakinan masing-masing saja,” kata Usli.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan