Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melepasliarkan Maleo, Menjaga Burung Langka Agar Tidak Punah

Kompas.com - 30/10/2018, 15:29 WIB
Erna Dwi Lidiawati,
Khairina

Tim Redaksi

BANGGAI, KOMPAS.com – Jika ada pertanyaan; pernahkah anda melihat burung Maleo? Jawabannya, tidak sedikit orang yang mengatakan tidak pernah atau tidak tahu tentang burung yang mempunyai nama latin Macrocephalon maleo itu.

Tidak banyak pula orang yang mengatakan pernah melihat burung endemik Sulawesi itu.

Rata-rata jawabannya, “Oh, yang bulunya hitam putih ya," atau “Oh, yang telurnya tiga kali lipat dari ukuran telur ayam ya."

Jawabannya tidak ada yang salah. Tetapi, saat ditanya di mana melihat satwa yang terancam punah itu, jawabannya rata-rata mereka melihatnya di internet.

Belum lama ini, sejumlah jurnalis di kota Palu dan Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah berkesempatan melihat dan bahkan memegang langsung burung yang warna bulunya seragam, yakni hitam putih.

Baca juga: Mengenal TWA Batuputih, Rumah Tarsius, Yaki, dan Maleo

Tak hanya itu, mereka juga menyaksikan bagaimana anakan burung maleo itu dilepasliarkan ke alam bebas di dalam kawasan Suaka Margasatwa Bakiriang, di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Sebanyak 20 ekor anakan burung maleo satu per satu dilepaskan ke alam. Ada yang terbang tinggi dan hinggap di pepohonan. Namun, ada pula belasan ekor anakan maleo terbang rendah dan jatuh ke tanah saat dilepas ke alam.

Sebelumnya, anakan burung maleo itu berada di dalam area konservasi ex situ atau pelestarian di luar habitat aslinya yang berlokasi dalam pembangunan kilang gas alam cair Donggi Senoro, Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai.

Fasilitas konservasi seluas 7.500 meter persegi ini didirikan tahun 2013, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Konservasi ex situ ini merupakan satu-satunya yang ada di Sulawesi.

Lokasi pelestarian burung maleo ini diberi nama “Maleo Center DSLNG”. Fasilitas ini dilengkapi dengan inkubator penetasan, inkubator pemeliharaan dan kandang pemeliharaan, hingga anakan maleo siap untuk dilepasliarkan ke habitat aslinya.

Untuk konservasi ex situ ini, Corporate Social Responsibility (CSR) Manager DSLNG, Tig Djulianto Pumono mengatakan, DSLNG bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah dan peneliti dari Universitas Tadulako. Rata-rata, hasil penetasan melalui ex situ ini lebih berhasil dibanding di dalam kawasan atau in situ.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com