Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Kasus Frantinus Nirigi (2)

Kompas.com - 26/10/2018, 11:41 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan,
Khairina

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com- Kesaksian dari Cindy kemudian dibantah langsung oleh terdakwa Frantinus usai memberikan kesaksian. Menurut FN, ada beberapa kesaksian Cindy yang menurutnya tidak benar. 

FN mengungkapkan saat itu dirinya baru tiba dan duduk di kursi sambil memangku tas yang dibawanya. Dia juga mengatakan bahwa saat itu tidak dalam kondisi sedang kebingungan.

Cindy kemudian datang menghampirinya dan meminta untuk meletakkan barang di tempat bagasi. Usai meletakkan barang miliknya, FN kemudian duduk kembali. 

Dia kemudian melihat Cindy memasukkan tas miliknya itu dengan kasar tepat di tempat bagasi yang ada di atas tempat duduknya saat itu.

"Saya bilang, awas Bu, ada tiga laptop disitu. Tidak ada bilang bom," ujar FN dengan logat kental khas Papua. 

Baca juga: Jalan Panjang Kasus Frantinus Nirigi (1)

Bahkan majelis hakim juga terlihat mengernyitkan dahi untuk mendengarkan dan memastikan kalimat yang diucapkan FN dengan logat kental Papua tersebut.

"Jadi intinya, saudara tidak ada bilang 'awas ada bom', tapi 'awas bu', ya," tanya ketua majelis hakim, I Komang Dediek Prayoga kepada FN untuk meyakinkan.

Dituntut 8 Bulan

Jaksa penuntut umum Kejari Mempawah mengajukan tuntutan 8 bulan penjara terhadap terdakwa Frantinus Nirigi (FN) dalam sidang lanjutan kasus candaan bom dalam pesawat Lion Air JT 687 yang digelar di Pengadilan Negeri Mempawah, Kamis (4/10/2018) sore.

Tuntutan tersebut dibacakan oleh Erik Cahyo dalam sidang yang dihadiri oleh majelis hakim, terdakwa dan kuasa hukum terdakwa. 

Dalam tuntutannya, Erik menyebutkan bahwa dakwaan bersifat subsidair, yaitu menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 437 Ayat 1 UU Rl No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dalam dakwaan subsidiair tersebut, seperti dibacakan Erik, terdakwa juga memenuhi unsur-unsur setiap orang dan menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan.

Menanggapi tuntutan tersebut, pihak kuasa hukum kemudian mengajukan pembelaan (pledooi). Dalam kesimpulan pledooi yang dibacakan, kuasa hukum menyampaikan bahwa berdasarkan fakta hukum, terdakwa FN tidak terbukti melakukan perbuatan pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penumpang, sebagaimana yang dimaksud dalam dakwaan jaksa.

Ketentuan pasal 437 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang didakwakan jaksa tidak sesuai, karena tidak disertai dengan dua alat bukti yang sah menurut hukum. 

Selain itu, kesaksian pramugari Cindy Veronika Muaya yang mendengar terdakwa mengucapkan perkataan 'awas di dalam tas ada bom' dalam ilmu hukum pembuktian pidana tidak mempunyai nilai kesaksian.

"Karena kesaksiannya didengar sendiri dan ia bersaksi sendiri dan bukan merupakan saksi (unus testis nulus testis) yang tidak mempunyai nilai kesaksian," ujar Andel. 

Baca juga: Kasus Candaan Bom, Frantinus Nirigi Divonis 5 Bulan 10 Hari Penjara

"Sehingga terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan pidana," tambahnya.

Kemudian, terkait pendapat JPU tentang hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu, bahwa perbuatan terdakwa meresahkan dan membuat panik penumpang pesawat, membuat PT Lion Air mengalami kerugian, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, harus dikesampingkan karena terdakwa tidak pernah meresahkan masyarakat, membuat para penumpang panik, menimbulkan kerugian terhadap perusahan Lion Air.

"Justru yang meresahkan dan membuat penumpang panik serta mengakibatkan kerugian perusahan Lion Air adalah sebagai akibat dari kesalahan pramugari yang tidak cermat serta telah salah mendengarkan perkataan 'awas di dalam tas ada tiga Iaptop bu' yang diucapkan terdakwa dengan gaya dan logat bahasa papua," papar Andel. 

Sehingga, pramugari melakukan penurunan penumpang tidak sesuai prosedur yakni melanggar SOP sebagaimana pengakuan dalam tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum. 

Kemudian terkait yang terdakwa tidak mengakui perbuatannya, hal ini adalah sangat patut menurut hukum karena secara nyata terdakwa tidak pernah mengucapkan perkataan 'awas di dalam tas ada bom' di dalam pesawat. 

"Faktanya di dalam tas memang terdapat tiga buah Iaptop, sehingga terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan tuntun pidana," katanya. 

Ditemui usai sidang, Aloysius Renwarin berharap hakim bisa memberikan keputusan yang maksimal.

"Sehingga pengadilan bisa adil dalam memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk Frantinus Nirigi," katanya. 

Baca juga: Sidang Candaan Bom, Jaksa Tuntut Frantinus Nirigi 8 Bulan Penjara

Vonis 5 Bulan 10 Hari

Majelis Hakim menjatuhkan vonis 5 bulan 10 hari penjara dalam sidang putusan yang digelar di PN Mempawah, Rabu (24/10/2018). 

Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang mengajukan tuntutan 8 bulan penjara dalam dakwaannya.

Dalam putusannya, majelis hakim menyebutkan FN terbukti melakukan tindak pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 437 Ayat 1 UU Rl No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Selain itu, salah satu barang bukti yang menjadi pertimbangan majelis hakim adalah adanya pemberitaan di media Tribun Pontianak terkait pengakuan FN yang mengakui ada menyebut bom yang diajukan jaksa dalam persidangan. 

"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan," ujar ketua majelis hakim, I Komang Dediek Prayoga, Rabu (24/10/2018).

Penuh Kejanggalan

Sementara itu, pihak yang diberi kuasa oleh pihak keluarga untuk mendampingi Frantinus, Bruder Stephanus Paiman dari Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) dan JPIC Kapusin menilai proses persidangan terkesan berat sebelah. 

"Pada prinsipnya kita tidak ingin ada pihak yang 'masuk angin', karena dalam dua sidang terakhir ini ada yang janggal," ungkap Stephanus. 

Sidang yang dimaksud adalah sidang mendengarkan keterangan saksi.

Dalam sidang sebelumnya yang diselenggarakan pada Kamis (13/9/2018), Jaksa menghadirkan saksi yaitu pilot yang berkebangsaan Rusia. Pada saat dilakukan BAP, pilot tersebut didampingi oleh penterjemah yang bersertifikat. 

Namun, pada saat memberikan kesaksian, pilot tersebut didampingi oleh penerjemah yang tidak bersertifikat dan berasal dari orang Lion Air sendiri dan itu sudah melanggar aturan.

 

Kompas TV Ledakan bom terjadi di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com