Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim yang Jatuhkan Vonis Candaan Bom Akan Dilaporkan ke Komisi Yudisial

Kompas.com - 25/10/2018, 17:16 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com - Pihak yang diberi kuasa oleh keluarga Frantinus Nirigi (FN) dari Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) dan JPIC Kapusin akan melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mempawah terkait vonis yang dijatuhkan kepada Komisi Yudisial (KY).

Ketua FRKP dan JPIC Kapusin Bruder Stephanus Paiman mengatakan, pihaknya akan segera mengumpulkan berkas-berkas persidangan termasuk hasil putusan dan diserahkan ke KY untuk dipelajari.

“Saya akan melaporkan putusan ini pada Komisi Yudisial (KY) dengan bukti-bukti persidangan, karena dari awal kasus ini dipaksakan, terlihat penuh kejanggalan,” ujar Biarawan Kapusin ini, Kamis (25/10/2018).

Baca juga: Kasus Candaan Bom, Frantinus Nirigi Divonis 5 Bulan 10 Hari Penjara

Bruder Step mengatakan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan KY untuk menindaklanjuti hasil putusan tersebut.

"Kami akan kerja sama dengan KY untuk melakukan eksaminasi terhadap hasil putusan tersebut," ujar Bruder Step.

"Supaya semakin jelas dan terang benderang," sambungnya.

Menurut Bruder Step, alasan pertama, dalam putusannya, hakim berpedoman pada dakwaan jaksa yang berpegang pada berita salah satu media di Pontianak. Media tersebut menyebutkan, Frantinus mengakui perkataan ‘awas ada bom’.

Padahal dia meyakini, oknum wartawan yang menulis berita tersebut tidak mendengar atau mewawancarai serta merekam video langsung dari FN, melainkan dari orang lain.

Pihaknya sudah memverifikasi tentang berita itu kepada FN, dan ternyata pengakuan tersebut diminta oleh pengacara pertama dan mengkonsepkan dengan tulisan tangan dan diminta FN membacakan konsep permintaan maaf tersebut dengan alasan agar meringankan hukuman.

Selain itu, alasan kedua, mereka menilai hakim juga dianggap tidak mempertimbangkan pendapat saksi ahli hukum pidana yang mengatakan pemberitaan di media tidak dapat dijadikan alat bukti, apalagi tidak dapat menghadirkannya dalam persidangan. 

Baca juga: Kasus Candaan Bom, Pengacara Minta Pesawat Dihadirkan di Persidangan

Sejak awal, lanjut Bruder Step, proses penyidikan hingga sampai pada tahap P-21 di kejaksaan sangat lemah. Hal tersebut, lanjut dia, berdasarkan keterangan saksi ahli hukum pidana dalam sidang sebelumnya.

"Dalam arti, unsur-unsur yang diatur dalam KUHAP belum terpenuhi apabila dalam perkara ini pasal keterangan palsu yang didakwakan," ujarnya.

Stephanus menambahkan, hal ini semakin meyakinkan pihaknya bahwa kasus ini memang sejak awal dipaksakan. Jadi, menurutnya tidak heran jika pengacara tersangka mengatakan bahwa Frantinus ini korban Standar Operational Procedure (SOP) dan P21.

Dalam sidang keterangan dari saksi, Dekan Fakultas Hukum Untan, DR Syarif Hasyim Azizurrahman dihadirkan sebagai saksi ahli hukum pidana.

Dalam kesaksiannya, Hasyim menjelaskan mengenai unsur-unsur tindak pidana dalam sebuah perkara. Ada dua unsur yaitu objektif dan subjektif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com