Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Sebut Video Viral Pembakaran Bendera di Garut Bukan Rekaman Utuh

Kompas.com - 25/10/2018, 11:59 WIB
Agie Permadi,
Khairina

Tim Redaksi

 

BANDUNG, KOMPAS,com - Polisi memastikan bahwa video pembakaran bendera saat peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Kecamatan Limbangan, Garut yang beredar viral di media sosial tersebut bukan video asli atau utuh melainkan video yang sudah dilakukan pengeditan atau pemotongan.

“Video yang diviralkan itu sudah bukan video asli, video utuh, atau video yang diambil oleh orang yang pertama kali mengambil, tetapi (video) sudah dipotong untuk kepentingan-kepentingan tertentu,” kata Direktur Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Umar Surya Fana usai gelar perkara di Mapolda Jabar, Rabu (22/10/2018).

Menurut Umar, sejak peristiwa ini viral, publik tidak mengetahui rangkaian peristiwa ini secara utuh. Pasalnya, yang digulirkan dalam peristiwa ini adalah pembakaran, sedang sebab akibat mengapa peristiwa itu terjadi tidak pernah diungkap.

“Dalam dua tiga hari terakhir ini yang digulirkan itu peristiwa terakhir kejadian pembakarannya tapi engak pernah diungkap kenapa bisa terjadi seperti itu, apakah sebab musabab terjadinya kejadian itu, dan latar belakang serta ekses-ekses apa sehingga pembakaran itu bisa terjadi,” tuturnya.

Baca juga: GP Ansor Sebut Oknum Banser Pelaku Pembakaran Bendera Langgar SOP

Berdasarkan penyelidikan sementara, polisi menemukan video itu diedit dan diviralkan untuk menggiring opini publik.

“Makanya pemahaman masyarakat mau tidak mau digiring dengan opini sepotong. Ini yang perlu ditegaskan. Perbedaan kami penyidik polri dengan mereka yang memiliki kepentingan tertentu yang meng-upload video itu sangat berbeda cara pandangnya. Kalau kami penyidik melihat bekerja dan memberikan pengumuman.Ini masih awal, katakanlah,” katanya.

Dijelaskan, peristiwa video pembakaran sendiri berawal saat upacara HSN. Di tengah upacara, muncul seorang laki-laki mengenakan kopiah dan kain hijau yang mengibarkan bendera, yang menurut para saksi, adalah bendera HTI.

Padahal, dalam rapat sebelum pelaksaan acara HSN ini telah disepakati bahwa undangan atau peserta dilarang membawa atribut atau bendera selain bendera merah putih.

Sebagai pihak kemanan, Banser bersikap mengamankan orang tersebut ke posko.

“Karena memang bukan polisi atau keamanan jadi interogasi enggak lengkap. Jadi hanya diambil bendera-nya, (orang itu) dipersilakan kembali ikut upacara. Saat itu ditanya enggak bawa STNK, KTP identitas lainnya. Hanya mengaku orang Kecamatan Cibatu (Garut), Memang bahasanya menggunakan bahasa Sunda. Itu yang didapat Banser saat melakukan interogasi tadi,” jelas Umar.

Kesepakatan lainnya, dalam kegiatan HSN ini, panitia hanya mengundang tiga kecamatan saja, yakni Kecamatan Limbangan, Leuwigoong, dan Malangbong.

Sementara, dalam interogasi yang dilakukan pihak Banser, pria tersebut mengaku warga Kecamatan Cibatu, Garut atau warga di luar tiga kecamatan itu.

“Informasi mengenai laki-laki itu sangat minim, itulah yang sedang dicari, siapa dia, apa tujuannya. Yang jelas, kalau dia datang dari 3 kecamatan tadi, pasti ada yang kenal. Masalahnya enggak ada satu pun yang kenal. Sehingga kami identifikasi orang ini bukan dari 3 kecamatan yang seharusnya menjadi tamu atau menjadi peserta upacara (HSN),” jelasnya.

Sedang bendera yang sudah diamankan kemudian dilakukan pembakaran oleh dua orang anggota Banser.

“Ada dua orang anggota Banser, yang mohon maaf, dari pemahamannya yang dia tahu itu adalah bendera HTI. Mereka melakukan tindakan pembakaran. tidak ada niat apa pun, karena yang dia tahu ini adalah bendera HTI, dimana HTI adalah organisasi yang dilarang pemerintah," jelas Direktur Kriminal Umum Polda Jabar.

Berdasarkan penyelidikan sementara, menurut Umar, pembakaran yang dilakukan oleh dua oknum Banser tersebut dilakukan secara spontan, hal itu pun didasari pada kesepakatan sebelumnya dimana peserta dilarang membawa atribut lain selain bendera merah putih.

“Kemudian berdasarkan hasil interogasi (dua oknum Banser) tujuannya adalah agar tidak bisa digunakan lagi oleh HTI. Karena dia tahu HTI ormas yang dilarang oleh pemerintah dan bertentangan dengan NKRI. Jadi, tujuannya cuma spontan, ini bendera HTI, supaya enggak dipakai HTI lagi, dibakar,” tutur Umar.

Mengenai pernyataan bendera yang dibakar itu adalah bendera HTI, Umar merujuk pada pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang mengatur soal alat bukti.

“Kami kerja menggunakan Kuhap, alat bukti, pasal 184, kenapa kami sementara kesimpulan bendera HTI, dua alat bukti adalah saksi di lokasi. Siapa saksinya? ya yang bakar, yang nenteng ya temen-temen di posko. Ada 20 saksi. Kedua, video itu karakteristiknya kan jelas seperti itu bendera HTI, jelas seperti itu, makanya kami menyebutkan obyek (bendera) HTI,” jelasnya.

Kompas TV Api bermula dari pembakaran sampah yang dilakukan oleh karyawan, diduga angin yang kencang membawa sampah yang terbakar masuk ke dalam badan bus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com