MEMPAWAH, KOMPAS.com - Frantinus Nirigi, terdakwa kasus candaan bom dalam pesawat Lion Air JT 687 yang divonis 5 bulan 10 hari penjara tidak putusan majelis hakim dalam sidang yang digelar di PN Mempawah, Kalimantan Barat, Rabu (24/10/2018) sore.
Dalam sidang putusan tersebut, majelis hakim yang diketuai I Komang Dediek Prayoga menjatuhkan vonis 5 bulan 10 hari kepada Frantinus. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 8 bulan penjara.
"Hasil sidang tidak memuaskan dan saya akan banding," ujar FN saat ditemui usai sidang.
"Karena semua tidak sesuai dengan kenyataan. Saya dipersalahkan dengan data yang dibuat-buat itu," tambahnya.
Frantinus juga mengatakan bahwa video permintaan maaf yang tersebar dan dimuat dalam berita bukan dari dirinya.
Dia juga mengaku diiming-imingi akan bebas apabila mengaku dan meminta maaf melalui video tersebut.
"Itu tidak benar semua itu. Semua dibuat-buat. Saya disuruh baca, mereka (pengacara lama) minta saya baca, mereka yang tulis itu," ungkapnya.
"Saya diiming-imingi, 'nanti kamu setelah ini pulang', tapi nyatanya sampai saat ini saya masih menjalani hukuman seperti ini dan saya akan banding," tambahnya.
Baca juga: Kasus Candaan Bom, Frantinus Nirigi Divonis 5 Bulan 10 Hari Penjara
Dalam putusannya, majelis hakim menyebutkan Frantinus terbukti melakukan tindak pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 437 Ayat 1 UU Rl No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
Selain itu, salah satu barang bukti yang menjadi pertimbangan majelis hakim adalah adanya pemberitaan di media Tribun Pontianak terkait pengakuan Frantinus yang mengakui ada menyebut bom. Bukti pemberitaan itu diajukan jaksa dalam persidangan.
"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan," ujar ketua majelis hakim, I Komang Dediek Prayoga.
Ajukan banding
Kuasa hukum Frantinus, Andel menyatakan, pihaknya menghormati putusan majelis hakim tersebut.
"Yang jelas kami berkeyakinan tidak ada bukti yang cukup, karena tidak disertai dengan dua alat bukti yang sah menurut hukum," ujar Andel ditemui usai sidang, Rabu sore.
"Itu semua berdasarkan pengakuan FN melalui kuasa hukum yang lama (sebelumnya), yang memuat video dan pernyataan bahwa FN mengakui perbuatannya," tambah Andel.