Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadir di Praperadilan SP3 Kasus Penodaan Pancasila, Sukmawati Sayangkan Suara Bising

Kompas.com - 18/10/2018, 15:16 WIB
Agie Permadi,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Sukmawati Soekarno Putri hadir dalam sidang lanjutan praperadilan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Polda Jabar untuk tersangka pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dalam kasus penodaan lambang negara Pancasila

Meski hadir, Sukmawati tidak bersaksi dalam sidang tersebut lantaran ada saksi pengganti lainnya. Sukma hanya mendengarkan jalannya sidang yang dipimpin hakim tunggal Muhammad Razad di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (18/10/2018).

Sementara saksi fakta yang dihadirkan dalam sidang ini adalah Ibnu Prakoso dan ahli dari Fakultas Hukum UI, Floradiyanti.

"Kapasitas Ibu Sukma sebagai saksi fakta, tapi tadi tidak jadi saksi karena sudah ada saksi fakta lain, Pak Ibnu," kata pengacara Sukmawati, Dominica.

Suasana sidang saat itu cukup gaduh. Bahkan anggota FPI sempat mengeluarkan sindiran-sindiran kepada Sukmawati hingga hakim meminta peserta sidang untuk tenang dengan memukulkan palu sidang.

Baca juga: Perjalanan Kasus Rizieq, Penodaan Pancasila hingga Chat WhatsApp yang Berujung Dihentikan

Hingga persidangan selesai, suasana semakin gaduh, sindiran dan sorakan bahkan keluar dari penonton sidang yang didominasi anggota FPI. Sukmawati dan pengacara hukumnya kemudian keluar dari pintu belakang ruang sidang.

Menurut Dominica, berdasarkan keterangan ahli hukum di persidangan, kasus penodaan lambang negara Pancasila yang dilakukan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ini bisa dibuka kembali karena tidak ada batas waktu dalam penyelidikan.

"Dari ahli dengan adanya SP3 itu bisa dibuka kembali karena tidak ada batas waktu bagi penyidik melakukan ini pemeriksaan dan segala macam. Nantinya kalau praperadilan memutuskan permohonan kami, kasus buka lagi," tuturnya.

Disinggung terkait video tidak utuh yang dijadikan alasan Polda Jabar menerbitkan SP3, Dominica mengatakan bahwa penyidikan tidak selalu mengandalkan video.

"Video bukan satu satunya alat bukti. Keterangan saksi dijelaskan kalau video cuma alat bukti, dan tugas penyidik untuk mencari tadi. Bukan dihentikan, karena kasusnya pertama Rizieq sudah ditetapkan sebagai tersangka, artinya bukti sudah cukup," tuturnya.

Suara bising

Sementara itu, Sukmawati Soekarno Putri menyayangkan adanya suara bising yang terjadi dalam proses jalannya sidang.

"Adanya sidang praperadilan tadi berlangsung baik dari dua belah pihak dan juga pemaparan ahli menambah wawasan kami soal hukum. Hanya sayang dalam persidangan terganggu suara-suara yang mengganggu, dan tidak menghormati sikapnya terhadap adanya pengadilan," tuturnya.

Berdasarkan keterangan ahli hukum dalam persidangan, Sukma menilai ada kejanggalan dalam penyidikan yang dilakukan Polda Jabar sehingga mengeluarkan SP3 dalam kasus penodaan lambang Negara Pancasila.

"Pemaparan ahli bagus sekali ya, sangat jelas terlihat sekali bahwa kejanggalan, inkonsistensi dari penyidik sampai mengeluarkan SP3 tersebut. Itu pun sudah kami rapatkan dari DPP PNI Marhaenisme kejanggalan tersebut, kemudian kepada tim lawyer supaya kami lanjutkan ke praperadilan karena memang kami menilai terbitnya SP3 itu aneh, tidak semestinya, karena sudah terjadi tersangka," katanya.

Baca juga: Polisi Tak Temukan Unsur Pidana dalam Kasus Puisi Sukmawati Soekarnoputri

Menurut Sukma, kasus penodaan lambang negara Pancasila ini penting untuk dilanjutkan karena melecehkan Presiden Pertama RI Soekarno dan Dasar Negara Indonesia, yakni Pancasila.

"Ini sangat penting karena ini kan suatu pelecehan, penghinaan, terutama kepada presiden pertama RI bapak proklamator pejuang kemerdekaan tulen kita yang harus kita hormati dengan kata dan tutur, dan juga kepada dasar negara kita yang sudah kita sepakati untuk adanya negara kesatuan RI," tuturnya.

"Jadi jangan lah generasi penerus ini generasi yang palak, durhaka, terhadap para pahlawan bangsa yang betul berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan juga melecehkan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com