Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sadikin Pard, Lahir Tanpa Lengan, Melukis dengan Kedua Kakinya

Kompas.com - 16/10/2018, 18:43 WIB
Andi Hartik,
Khairina

Tim Redaksi

Kompas TV Hasil karyanya tak hanya diminati di dalam negeri tapi juga laku dijual di luar negeri.

Kini Sadikin juga sudah sukses dengan profesionalitasnya sebagai pelukis. Rumah besarnya di Jalan Selat Sunda Raya D5/35 Kota Malang merupakan hasil dari lukisannya. Berbagai mobil dan sepeda yang terparkir di rumahnya merupakan hasil lukisan yang dilukis dari kakinya.

Sadikin juga membiayai seorang istri bernama Tini dan dua orang anak bernama Alrona Setiawan dan Almedo Pard.

Dia juga memiliki padepokan lukis tidak jauh dari rumahnya. Padepokan itu merupakan tempat saat Sadikin mengajar melukis untuk para siswanya.

Sadikin juga sedang menbangun galery lukisan di lantai dua rumahnya. Kedepannya, Sadikin bercita - cita ingin mendirikan sekolah seni.

"Cita - cita saya ingin mendirikan sekolah seni. Karena sekolah seni di Malang belum ada," ungkapnya.

Saat ini, sudah banyak kolektor yang fanatik dengan lukisan karya Sadikin. Sentuhan kakinya dalam memberi warna di atas kain kanvas banyak disukai pecinta seni lukis.

Bahkan, ada seorang kolektor yang meminta Sadikin untuk melukis seluruh tembok di dalam rumahnya dengan bayaran Rp 300 juta.

"Dan akhir - akhir ini ada seorang kolektor fanatik Pak Sadikin, namanya Dokter Adri. Dia seorang dokter dan saya diminta melukis rumahnya di Manyar Kertoarjoarjo 9 nomor 74," katanya.

Baca juga: Doa Seni dan Kolaborasi 3 Pelukis dalam 1 Kanvas untuk GM Sudarta

"Semua kamar dilukis. Ruang dapur, kamar kerja, kamar tidur, kamar anaknya dengan tema yang berbeda - beda. Selesai dalam 40 hari," kata Sadikin.

Tidak hanya itu, di dalam rumah tersebut juga banyak terpajang lukisan - lukisan yang merupakan karyanya.

"Sampai sekarang dia masih pesan lukisan - lukisan saya," jelasnya.

Sementara itu, banyak hal yang menjadi inspirasi Sadikin dalam melukis. Menurutnya, setiap sesuatu yang dilihat dan dirasakan bisa menjadi inspirasi untuk melukis.

"Apa yang saya lihat, apa yang dengarkan apa yang saya ingin itu adalah inspirasi bagi saya. Dulu mood mengendalikan saya. Saya melukis harus menunggu mood. Sekarang saya balik. Sekarang pegang kuas harus melukis. Bagi saya sekarang menunggu mood adalah pelukis malas," katanya.

Sadikin juga kerap mengeluarkan karya dengan tema kritik sosial dan politik. Sampai saat ini, ada satu karya lukisannya yang masih dipertahankan meski sudah banyak tawaran.

Lukisan itu memuat gambar semar yang mencerminkan seorang pemimpin dengan memakai payung yang terdiri dari uang. Semar itu berjalan menuju perkotaan dengan gedung menjulang dan meninggalkan Candi Borobudur yang mencerminkan simbol budaya.

"Ada beberapa orang yang menawar dan memang tidak dikasih. Saya mengerjakannya selama satu minggu. Karena memang perlu perenungan. Supaya pemimpin - pemimpin ini jangan meninggalkan budaya," ungkapnya.

Ada satu semboyan yang menjadi kunci sukses Sadikin. Ia menganggap, segala profesi jika ditekuni dengan baik membuahkan kesuksesan.

"Profesi apapun kalau ditekuni pasti sukses. Saya saja yang tidak punya tangan bisa," katanya sembari tersenyum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com