Kemudian, terkait pendapat JPU tentang hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu, bahwa perbuatan terdakwa meresahkan dan membuat panik penumpang pesawat, membuat PT Lion Air mengalami kerugian, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, harus dikesampingkan.
Sebab, terdakwa tidak pernah meresahkan masyarakat, membuat para penumpang panik, dan menimbulkan kerugian terhadap perusahan Lion Air.
"Justru yang meresahkan dan membuat penumpang panik serta mengakibatkan kerugian perusahan Lion Air adalah sebagai akibat dari kesalahan pramugari yang tidak cermat serta telah salah mendengarkan perkataan 'awas di dalam tas ada tiga Iaptop bu' yang diucapkan terdakwa dengan gaya dan logat bahasa Papua," papar Andel.
Sehingga, pramugari melakukan penurunan penumpang tidak sesuai prosedur yakni melanggar SOP sebagaimana pengakuan dalam tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum.
Baca juga: Eksepsi Dibantah Jaksa, PN Mempawah Dinilai Tak Berhak Adili FN
Kemudian terkait terdakwa tidak mengakui perbuatanya, hal ini adalah sangat patut menurut hukum karena secara nyata terdakwa tidak pernah mengucapkan perkataan 'awas di dalam tas ada bom' di dalam pesawat.
"Faktanya di dalam tas memang terdapat 3 buah Iaptop, sehingga terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan pidana," katanya.
Ditemui usai sidang, Aloysius Renwarin berharap hakim bisa memberikan keputusan yang maksimal.
"Sehingga pengadilan bisa adil dalam memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk Frantinus Nirigi," katanya.
Jaksa Penuntut Umum Kejari Mempawah, Erik Cahyo mengatakan pada intinya pihaknya sudah mendengarkan pleidoi dari kuasa hukum terdakwa.
Pihaknya juga mengaku sudah mempersiapkan tanggapan (replik) dalam sidang yang akan diselenggarakan pada Selasa (16/10/2018).
"Kami sudah siapkan tanggapan dari pleidoi tersebut yang akan disampaikan dalam sidang berikutnya," ujar Cahyo.
"Artinya tak mendasar, maka hakim kami minta untuk memutus perkara ini dengan bijak dan adil," pungkasnya.