Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surabaya Dilewati 2 Sesar Aktif, ITS Usulkan Mitigasi Gempa Pemetaan Jenis Tanah

Kompas.com - 15/10/2018, 07:46 WIB
Ghinan Salman,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Ahli geologi dari Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Amien Widodo, menyebut bahwa Jawa Timur dan Surabaya khususnya berpotensi terjadi gempa bumi.

Menurut dia, Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) Kementerian PUPR telah merilis peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia pada Oktober 2017.

Dalam buku tersebut disebutkan, kata Amien Widodo, sumber gempa di Jawa timur ada dua, yaitu dari tumbukan lempeng tektonik di selatan Jawa Timur dan sesar aktif di Jawa.

"Gempa akibat tumbukan lempeng dikenal dengan Gempa Megathrust dengan magnitudo maksimum M 8,7 dan berpotensi tsunami melanda pantai selatan Jawa Timur," ujar Amien kepada Kompas.com, Sabtu (13/10/2018).

Baca juga: Ada Dua Sesar Aktif di Surabaya, ITS Usulkan Pemetaan Kawasan Risiko Bencana

Sesar aktif yang melewati Jawa Timur, sambung Amien, terdapat di Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan, Surabaya, dan Waru. Sesar aktif itu juga sampai Caruban melewati Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Nganjuk.

"Sesar aktif di daratan umumnya sangat merusak, hal ini disebabkan besarnya guncangan yang merupakan fungsi kekuatan sumber gempa dan jarak sumber gempa," kata dia.

"Walau kekuatan sumber gempanya kecil, kalau letaknya yang dekat di bawah kita, maka guncangannya akan berdampak besar," imbuhnya.

Usul Mitigasi

Amin mengatakan, pihaknya mengusulkan pemerintah untuk memetakan jenis tanah di Kota Surabaya.

Pemetaan jenis tanah satu di antaranya dengan pengaturan tata ruang wilayah. Pasalnya dari hal tersebut jika terjadi gempa diperkirakan tidak banyak menyebabkan banyak kerugian dan korban.

Amien mengusulkan agar Pemkot Surabaya melakukan penilaian kualitas bangunan dan sifat fisik tanah di kawasan Surabaya.

Setelah melakukan penilaian, kemudian dibuat zonasi kawasan berisiko. Usulan itu berkaitan dengan potensi gempa bumi yang bisa terjadi karena ada dua sesar aktif di Surabaya dan Waru.

Untuk memetakan suatu kawasan itu berisiko tinggi, sedang, atau rendah cukup sederhana.

Jika desain dan standar bangunan jelek atau tidak sesuai dengan aturan tahan gempa, dan lapisan tanah di bawahnya lembek atau lunak, kata Amien, maka masuk kategori Kawasan Risiko Bencana (KRB) gempa tinggi.

Untuk mengetahui KRB gempa sedang, lanjut Amin, jika desain bangunannya baik, tetapi lapisan tanahnya jelek.

Atau sebaliknya, desain bangunannya jelek, lapisan tanahnya bagus. Sementara, jika desain bangunan cukup baik dan lapisan tanahnya bagus, termasuk dalam KRB gempa rendah.

Jangan panik

Amin meminta masyarakat memahami mitigasi bencana gempa, pasalnya wilayah Indonesia rawan gempa. Amien meminta masyarakat sigap dalam mengevakuasi diri dari bencana. Masyarakat diminta untuk untuk tidak panik saat terjadi gempa.

Sebaliknya, masyarakat diminta untuk segera lari mencari tempat yang aman saat terjadinya gempa.

"Begitu gempa lari tenggang langgang, harusnya lari dan mengingat yang lain. Jangan hanya mengandalkan kepanikan," ujar Amin

 

Terkait gempa bumi yang melanda beberapa wilayah di Indonesia, Amin mengatakan, pihaknya mengusulkan pemerintah untuk memetakan jenis tanah di Kota Surabaya. Pemetaan jenis tanah satu di antaranya dengan pengaturan tata ruang wilayah. Pasalnya dari hal tersebut jika terjadi gempa diperkirakan tidak banyak menyebabkan banyak kerugian dan korban.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pakar Geologi ITS: Saat Gempa Jangan Panik, Tapi Lari Cari Tempat Aman", https://regional.kompas.com/read/2018/10/15/09061091/pakar-geologi-its-saat-gempa-jangan-panik-tapi-lari-cari-tempat-aman

Editor : Aprillia Ika

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com