Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah 6 Wanita Berjuang 8 Jam Keluar dari “Neraka” Lumpur Petobo

Kompas.com - 13/10/2018, 07:21 WIB
Rosyid A Azhar ,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

PALU, KOMPAS.com — Baru saja Desi Mahfudzah (20) menggantungkan handuknya di kamar mandi ketika tiba-tiba dinding kamar mandi, juga rumahnya, ambruk pada 28 September lalu.

Tak sempat memakai baju, ia sudah terperosok dalam kubangan lumpur yang sangat becek. Ia menjerit sekerasnya, minta tolong kepada siapa saja yang mendengarnya.

Namun, orang-orang di sekitarnya juga menjerit minta tolong. Mereka semua ketakutan luar biasa dan menangis sekerasnya. Dari ujung kampung pun yang terdengar hanya jeritan minta tolong.

Saat matahari tenggelam pada sore itu merupakan momen kelam bagi Desi dan warga Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong. Gempa besar bermagnitudo 7,4 itu meneror mereka.

Di Petobo, RT 003 RW 002, tempat tinggal Desi Mahfudzah, kenangan ini sangat kelam. Ia menyaksikan para tetangga, teman sepermainan, dan kenalannya tenggelam ditelan lumpur yang muncul dari dalam perut bumi.

Baca juga: Evakuasi Sulit di Petobo hingga Jono Oge, 5000 Orang Diperkirakan Masih Tertimbun

“Saya masih sempat mendengar suara azan. Namun, tidak terus karena tiba-tiba semua berguncang hebat, rumah ambruk, gelap menyergap seluruh wilayah Petobo,” kata Desi, Sabtu (13/10/2018).

Ia melihat rumahnya ambruk, juga rumah-rumah tetangganya. Tiba-tiba, tempat ia berpijak pelan-pelan meleleh, mencair, dan menjadi kubangan lumpur.

Desi mendengar suara ibunya, Nani (42), yang memanggil anak-anaknya agar berkumpul bersamanya. Mereka saling peluk. Desi pun memeluk erat-erat Irma Safitri (18), Aulia Rahmadani (14), Anggun Rahmadani (13), dan si bungsu Riskiyah (2).

Pada Jumat, 28 September itu, setelah matahari melewati garis cakrawala, mereka sangat ketakutan. Ayah Desi saat itu sedang bekerja di Biromaru, Kabupaten Sigi.

“Kami mengingatnya sebagai masa yang menakutkan, padahal sehari sebelum gempa kami sedang berbahagia merayakan ulang tahun ke-2 Riskiyah,” kata Desi.

Mereka semakin masuk ke dalam lumpur. Kaki mereka berusaha mencari pijakan yang keras. Namun, sepanjang kaki mereka mencari-cari tempat yang keras, yang mereka rasakan hanya lumpur lembek.

Sementara itu, jeritan minta tolong muncul dari seluruh penjuru Petobo. Namun, tidak ada yang bisa menolong. Semua orang berusaha mempertahan diri agar tidak tenggelam makin dalam di lumpur.

Pepohonan tumbang membantu kaki mereka beristirahat sejenak, kaki mereka berpijak pada ranting atau dahan. Dalam gelapnya malam, mereka berusaha mencari tanah keras untuk bisa keluar dari neraka lumpur itu.

“Malam itu kami masih mendengar suara minta tolong dari kejauhan, namun suaranya makin berkurang dan lemah,” ujar Desi.

Ia masih ingat pada malam itu menyaksikan beberapa rumah terbakar. Mungkin ada ibu-ibu yang tengah masak dan tak sempat mematikan kompor gas pada saat bumi berguncang keras. Api lalu melalap dapur kayu atau bahan lain yang mudah terbakar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com