Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Papringan, Mendulang Rupiah dari Bilik Bambu...

Kompas.com - 12/10/2018, 22:44 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin,
Khairina

Tim Redaksi

Kembali ke Desa

Founder Pasar Papringan, Singgih Susilo Kartono, menjelaskan Pasar Papringan sengaja diletakkan di ujung desa, agar orang kota kembali ke desa. Pohon bambu yang tumbuh subur di desa dimanfatkan sebagai lokasi berjualan.

Di lokasi di Desa Ngadiprono, lokasi yang disulap adalah bekas tempat sampah. Beraama dengan warga desa, Singgih menata dan membangun dengan seni. Pemerintah desa juga diajak terlibat aktif dalam pengelolaan.

"Tempat ini dulunya bekas tempat sampah. Kami sulap dijadikan lahan berkaya kami. Alhasil kami berhasil lengkapi dengan aneka permainan anak, ada perpustakaan mata air, ada juga bilik menyusui," kata Singgih.

Lokasi Pasar Papringan didesain oleh seorang pria dari Thailand. Desain cukup unik karena di tengah pasar ada lambang angka 8. Lambang itu, lanjut Singgih, berarti keberuntungan, karena jalur lintasan tidak pernah berhenti.

"Ide dari tempat sampah ini kami harap dapat menyebar ke tempat lain. Gagasan ini terlaksana berkat sinergi dan kolaborasi," tambahnya.

Baca juga: Gubernur Jateng: Pasar Papringan Ini Baru dan Luar Biasa...

Suasana pasar itu juga berbeda dari pasar desa pada umumnya. Pasar Papringan memberi makna penting soal desa dan ekosistem alam. Meski di desa, Singgih menegaskan untuk jangan sekali meremehkan desa.

Di desa, dengan bekal kreativitas, wisatawan akan datang sendirinya. Desa menjadi hidup disertai dengan kesadaran untuk menjaga alam, sekaligus aktivitas ekonomi untuk memberi nilai tambah perekonomian setempat.

“Pasar ini bukan memindahkan orang kota ke desa. Bukan. Pasar ini mengajak bagaimana agar kembali pada yang kita miliki, dikembangkan, dijual sehingga mempunyai nilai produk tinggi,” ujar Singgih.

Singgih melanjutkan, para pedagang yang berjualan tidak sekadar mencari untung dari hasil jualan. Mereka yang diajak ialah warga lokal yang diupayakan menggerakkan kelestarian alam.

Para pembeli juga diajarkan mencintai lingkungan, karena di seluruh dagangan tidak menggunakan bahan plastik.

“Apa dimiliki orang desa ini dipoles agar didatangi orang kota. Itu saja konsepnya. Pasar didirikan agar bisa memberi inspirasi pada warga lokal,” tambah Singgih.

Pasar ini pun menarik perhatian Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ganjar tak sungkan mengacungkan dua jempol atas kehadiran Pasar Papringan.

Di tengah kebun bambu, Ganjar mengingat masa kecilnya soal buang air besar. Semasa kecil, buang air besar di bawah bambu menjadi hal lumrah. Kini, bambu bernilai tinggi jika diolah dan dikemas.

"Orang bisa datang ke sini berjalan, ini kreasi perlu didorong. Desa ini punya satu keunggulan, jadi orang tidak perlu keluar dari bisa, dan ini luar biasa,” puji Ganjar, yang datang bersama Siti Atiqoh, kala itu. 



Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com