Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Fakta Baru Gempa dan Tsunami Sulteng, Polemik Relawan Asing hingga Pembangunan Ratusan Sekolah Darurat

Kompas.com - 11/10/2018, 13:05 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Proses rehabilitasi rekonstruksi pascabencana di Sulawesi Tengah akan dilakukan pada November 2018.

Hingga saat ini BNPB dan dinas terkait masih melakukan pendataan jumlah kerugian dan kerusakan akibat bencana gempa Donggala dan tsunami Palu.

Sementara itu, BNPB menegaskan hanya relawan asing yang memiliki ijin yang diperbolehkan masuk ke Sulawesi Tengah.

Ini sejumlah fakta terbaru terkait bencana alam di Sulawesi Tengah.

1. Rehabilitasi dan Rekonstruksi dimulai November 2018

Relawan dan warga mencari korban gempa dan tsunami yang belum ditemukan di permukiman warga di Wani I, Donggala, Sulawesi Tengah, Selasa (9/10/2018).ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A Relawan dan warga mencari korban gempa dan tsunami yang belum ditemukan di permukiman warga di Wani I, Donggala, Sulawesi Tengah, Selasa (9/10/2018).

Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagai pemimpin penanganan korban gempa dan tsunami Sulteng, menginstruksikan pelakasaan rehabilitasi dan rekonstruksi dimulai bulan November 2018.

Sementara itu, BNPB akan terus memperbarui data kerusakan dan jumlah kerugian serta kebutuhan rehabilitasi rekonstruksi pascagempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.

Rencana relokasi warga juga terus dikaji oleh pemerintah kota dan Provinsi Sulteng.

"Pemerintah Provinsi Sulteng sudah berkoordinasi dengan Pemkot Palu dan Pemda Sigi dan Donggala terkait lahan huntara (hunian sementara) bagi korban yang kehilangan rumah," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Rabu (10/10/2018).

Baca Juga: Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulteng Dimulai November 2018

2. Pentingnya "shelter" evakuasi di daerah rawan gempa dan tsunami

Sutopo Purwo Nugroho di ruang kerjanya di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (4/10/2018)KOMPAS.com/FITRIA CHUSNA FARISA Sutopo Purwo Nugroho di ruang kerjanya di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (4/10/2018)

Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, selama proses rehabilitasi dan rekonstruksi, sejumlah bangunan perlu dilengkapi dengan shelter evakuasi.

Bangunan yang perlu dilengkapi shelter adalah fasilitas publik yang strategis dan letaknya dekat dengan pantai, seperti hotel dan masjid.

Alasannya adalah pertimbangan Kota Palu, Donggala, dan sekitarnya dilalui oleh sesar Palu Koro yang merupakan jalur gempa.

"Dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi, termasuk diperhatikan evaluasi penataan ruang. Belajar dari pengalaman, ini perlu shelter evakuasi," kata Sutopo di Kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Rabu (10/10/2018).

Shelter evakuasi adalah ketersediaan ruangan yang cukup luas di bagian atas sebuah bangunan, yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk menampung sejumlah orang jika terjadi gempa dan potensi tsunami.

Baca Juga: BNPB: "Shelter" Evakuasi Penting di Daerah Rawan Gempa dan Tsunami

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com