Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Terakhir Habitat Gajah Sumatera Terancam Tambang Batubara (2)

Kompas.com - 08/10/2018, 16:04 WIB
Firmansyah,
Khairina

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.com - Sejumlah pegiat lingkungan hidup dan pelaku wisata di Bengkulu yang tergabung dalam Koalisi Penyelamat Bentang Seblat Bengkulu mendorong Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya untuk mencabut izin operasi pertambangan batubara yang beroperasi antara kawasan Hutan Produksi dan Taman Wisata Alam (TWA) Sebelat.

Penolakan beralasan kuat. Kawasan tersebut merupakan "rumah" terakhir habitat gajah sumatera di Provinsi Bengkulu.

Pertambangan akan menghancurkan habitat gajah, sumber air masyarakat dan juga wisata berbasiskan rakyat yang telah lama dibangun secara mandiri.

Pertambangan di Bentang Seblat menjadi ancaman bagi aktivitas kepariwisataan masyarakat desa di sekitar TWA Seblat.

Direktur PT Alesha Wisata, Krishna Gamawan mengatakan, kolaborasi pariwisata dan konservasi sedang berjalan di wilayah TWA Seblat sebagai bentuk nyata dari kegiatan pelestarian sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat desa di sekitar TWA Seblat.

Kolaborasi PT Alesha Wisata, Yayasan Ulayat dan Forum Ekowisata Seblat Desa Sukabaru, terdapat 29 orang anggota forum yang terdiri dari pemuda desa, pemerintah desa hingga kelompok swadaya masyarakat yang membentuk paket wisata Seblat.

Adapun paket wisata yang ditawarkan salah satunya adalah jelajah habitat gajah Sumatera. 

“Kegiatan kepariwisataan yang sudah dimulai ini kemudian terancam dengan adanya aktivitas pertambangan batubara. Tentu saja ini sangat memperihatinkan, karena kita tahu, pariwisata lah yang akan menjadi tulang punggung program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, bukan hal lainnya,” paparnya.

Baca juga: Rumah Terakhir Habitat Gajah Sumatera Terancam Tambang Batubara (1)

Setali tiga uang, Koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu Sofian Ramadhan mengatakan, bentang Seblat tidak hanya rumah bagi satwa liar seperti gajah Sumatera, harimau Sumatera, beruang madu, tapir, burung rangkong, dan jenis fauna lainnya. Bentang seblat juga habitat asli bunga terbesar di dunia, Rafflesia arnoldii

“Adanya upaya tuntutan perubahan kawasan menjadi lokasi tambang batu bara oleh PT Inmas Abadi di kawasan TWA Seblat adalah upaya perusakan ekosistem hutan, yang berakibat pada musnahnya semua keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya, karena itu Menteri Siti Nurbaya harus menghentikan rencana tambang ini,” kata Sofian.

Atas kondisi ini, Aliansi Penyelamat Bentang Bukit Barisan meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya untuk mempertahankan kawasan hutan Bentang Seblat menjadi rumah bagi satwa kharismatik gajah Sumatera di wilayah Bengkulu.

Selain itu, Menteri KLH juga diminta menolak seluruh permintaan PT Inmas Abadi untuk mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan.

Aliansi juga meminta Plt Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Inmas Abadi dan melakukan moratorium pemberian IUP pertambangan di Provinsi Bengkulu. 

Aliansi Penyelamat Bentang Bukit Barisan  terdiri dari Kanopi Bengkulu, Walhi Bengkulu, Genesis, Ulayat, Alesha Wisata, KPPL Bengkulu, Komunitas Mangrove Bengkulu, Rafflesia Motions Productions, Elephant Care Community (ECC) Seblat, Rekam Nusantara, Forum Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Bengkulu.


Sementara itu, Kepala BKSDA Bengkulu Suharno menegaskan, Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Nomor : S.320/Menhut-II/2008 tanggal 20 April 2008 perihal penolakan permohonan eksploitasi batu bara atas nama PT Inmas Abadi.

Direktur Kawasan Konservasi menerbitkan Surat Nomor: S.373/KK-1/2008 tanggal 12 November 2018 perihal Penolakan permohonan kegiatan eksploitasi batubara an. PT Inmas Abadi

Terakhir, Kepala Balai KSDA Bengkulu menolak permohonan kegiatan eksploitasi batubara atas nama PT Inmas Abadi.

"Di lapangan mereka masih beraktivitas diluar TWA Seblat karena rekan-rekan KPHK Seblat dan Resort Seblat berpatroli menjaga garis batas," sebutnya.

Baca juga: Kunjungi Kenya, Melania Trump Beri Makan Bayi Gajah dan Bersafari

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Priambudi menyebutkan, kepedulian tinggi dari pegiat konservasi (satwa liar, lingkungan hidup, dan ekowisata) patut didengar dan diapresiasi.

"Kami sebagai kepala Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem esensial koridor gajah sumatera lanskap Seblat Bengkulu mendukung kepedulian pegiat konservasi dan wisata," kata Agus.

"Dalam forum itu telah dibuat rencana aksi terkait pengelolaan koridor gajah oleh teman pegiat lingkungan yang disambut oleh Plt. Gubernur Rohidin Mersyah," jelas Agus lagi.

Diskusi dengan para pihak tingkat nasional dan internasional juga telah dilakukan di Jakarta dalam Workshop Verified Conservation Areas yg diselenggarakan Ditjen KSDAE pada 24-25 Septemner 2018 lalu. Usaha forum disambut hangat dan akan jadi model pengembangan koridor satwa liar. Lanskap ini akan didaftar sebagai areal penting oleh para ahli konservasi internasional (asosiasi dalam IUCN) yang berkedudukan di Jenewa.

"Perlu kami sampaikan, bahwa gajah sumatera adalah ikon jenis kunci dalam rantai makanan ekologis dan kelestarian jenis kehidupan liar lainnya," kata Agus.

Dia menambahkan, dalam waktu dekat, pihaknya selaku anggota IUCN (International Union of Conservation of Nature and Nature and Natural Resources) di Indonesia akan mengundang pihak yg masuk dalam kelompok ahli gajah Asia yang ada di Indonesia, seperti Wahdi dan Arnold dari WWF.

Diharapkan, mereka dapat memberi dukungan dan pertimbangan kuat dalam konservasi gajah dan habitatnya di lanskap Seblat itu.

"Jadi apa yang direncanakan PT. Inmas harus jadi dasar utama dalam rencana eksploitasi tambang, mengenai lanjut atau tidak, tentu tergantung pembahasan lebih lanjut," tegasnya.

Sementara itu, belum didapat klarifikasi resmi dari manajemen PT. Inmas Abadi. Kompas.com berusaha menelusuri alamat kantor perusahaan tersebut namun tidak ditemukan di Bengkulu.

Kompas TV Dengan iringan intro lagu tersebut, Jokowi pun langsung menyalami para alumni UGM.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com