Menurut Ali, ancaman krisis air bersih juga akan menghantui masyarakat sekitar kawasan jika pertambangan diizinkan beroperasi. Diantaranya, Kecamatan Putri Hijau dan Marga Sakti Seblat yang selama ini menggantungkan akses air dari Sungai Seblat.
Hingga kini warga masih memanfaatkan air bersih dari Sungai Seblat seperti penduduk Desa Suka Baru, Desa Suka Maju, Desa Suka Merindu, Desa Suka Medan, Desa Suka Negara, Desa Karya Jaya, Desa Talang Arah, dan Desa Pasar Seblat.
Baca juga: Bertugas Memburu Harimau, Seekor Gajah Malah Mengamuk
Direktur Walhi Bengkulu, Beni Ardiansyah menilai rencana tambang batu bara milik PT Inmas Abadi di TWA Seblat yang menghendaki pelepasan kawasan hutan TWA Seblat sangat bertentangan dengan prinsip jaminan kepastian hukum terhadap status kawasan hutan (the principles of legal certainty over the status of forest areas).
“Suatu kawasan hutan yang telah ditetapkan status hukumnya sebagai kawasan dengan fungsi utamanya konservasi tetap harus dipertahankan karena dengan status hukum yang pasti akan menjadi instrumen utama dalam proses perlindungan dan pelestrian suatu kawasan hutan," kata Beni.
Sedangkan Direktur Genesis Bengkulu, Uli Artha Siagian menilai pelepasan hutan terutama untuk pertambangan akan menghancurkan jasa layanan kawasan itu sebagai penyangga kehidupan.
Pemerintah lebih mengutamakan keberlangsungan pertambangan dari pada keselamatan ekologis termasuk menabrak peraturan yang ada.
Hal ini ditandai dengan di keluarkannya izin usaha pertambangan operasi produksi untuk PT Inmas Abadi dengan status “Clean and Clear”, padahal wilayah ini masih berstatus kawasan hutan konservasi.
“Kami juga sudah mengirimkan dua kali surat permintaan data IUP dan dokumen AMDAL PT Inmas kepada ESDM, tetapi hingga kini kami tidak menerima satu balasan pun, ini tanda tanya besar,” kata Uli.