Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Seorang Perawat yang Selamat dari Reruntuhan Bangunan saat Gempa Palu

Kompas.com - 04/10/2018, 20:41 WIB
Cynthia Lova,
Reni Susanti

Tim Redaksi

PALU, KOMPAS.com - Sore itu, Nurhayati (29) menatapi reruntuhan Rumah Sakit Anutapura Palu, tempat ia bekerja. 

Tak kuasa menahan tangis, air mata perawat tersebut menetes ketika ia mengisahkan cerita pilu yang menimpanya saat gempa bermagnitudo 7,4 mengguncang Kota Palu, Jumat (28/9/2018).

Peristiwa yang diperkirakan menelan ribuan jiwa itu memporak-porandakan Kota Palu dan Donggala dalam waktu sekejap.

Di lorong rumah sakit, tepatnya di ruang perawat lantai 3, biasanya ia bercanda tawa, ngobrol bersama dengan perawat lainnya.

Baca juga: Hingga Kamis Siang, Terjadi 422 Gempa Susulan di Sulteng

Di lorong itu pula, ia dan perawat lainnya, dokter, serta keluarga pasien tertimbun reruntuhan gedung.

Nurhayati bercerita, saat gempa pertama, ia dan pasien-pasien sempat keluar dan turun ke bawah menyelamatkan diri.

“Sore pukul 15.00 Wita kan sudah mulai gempa pertama. Lalu gempa lagi pukul 16.00 Wita, kita sempat keluar bawa pasien. Namun pikiran saya udah gak ada gempa lagi kan, lalu saya masuk lagi bawa pasien,” ucap Nurhayati di RS Anutapura Palu, Kamis (4/10/2018).

Setelah beberapa saat ia membawa pasien masuk, ia masih sempat menyantap makanan.

Kemudian, ia duduk-duduk di nurse stasion. Seketika saja gempa mengguncang dan dengan sekejap, gedung Rumah Sakit Anutapura Palu roboh.

“Waktu gedung roboh situasi sudah gelap gulita. Tidak ada sedikit pun cahaya,” ucap Nurhayati.

Baca juga: BNPB: Ribuan Warga Tinggalkan Kota Palu Pascagempa dan Tsunami

Setelah sadar dirinya tertimpa reruntuhan, Nurhayati langsung meminta pertolongan. Saat itu, Nurhayati mengaku sulit bernapas. Ia sesak karena aroma debu plafon bertebaran kemana-mana.

“Saat itu saya hanya bisa nangis, teriak minta tolong dan berdoa agar saya dapat selamat,” ucap Nurhayati.

Kemudian, ia melihat salah satu temannya dan meminta pertolongan temannya itu untuk membantunya mengangkat reruntuhan tersebut.

“Saya minta tolong teman saya, tapi apa daya teman saya tidak bisa bantu karena tidak kuat mengangkat tembok yang berat menimpa tubuh saya,” ucap Nurhayati.

Lebih dari setengah jam menunggu, temannya Nurhayati bersama orangtua pasien membantunya mengangkat reruntuhan tembok tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com