Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Fahmi, Korban Tsunami Palu Selamatkan Istri yang Hamil Tua

Kompas.com - 02/10/2018, 16:45 WIB
Retia Kartika Dewi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com - Indonesia masih berduka atas bencana gempa dan tsunami yang melanda Kota Donggala dan Palu pada Jumat, 28 September silam.

Bencana itu menimbulkan duka yang mendalam, apalagi korban tewas setidaknya mencapai 925 jiwa.

Salah satu korban gempa dari Palu, Syahrul Fahmi (28) membagikan kisahnya saat berusaha menyelamatkan diri, serta istri dan keluarganya melalui media sosial Facebook pada Senin (1/10/2018).

Unggahan di akun Facebook dengan nama Fahmi Syahrul pun viral dan telah dibagikan sebanyak lebih dari 900 kali.

Kompas.com telah menghubungi Fahmi untuk mengkonfirmasi kisah yang dia alami tersebut. Berikut kisahnya:

Sedang bekerja

Fahmi bercerita, pada Jumat (28/9/2018) lalu, ia sedang membakar ikan di warungnya. Kepada Kompas.com Fahmi mengaku merintis usaha kuliner khas Makassar. Kemudian, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh dari bawah tanah.

"Ratusan pengendara motor yang lalu-lalang di jalan raya tiba-tiba ambruk sendiri dan listrik langsung padam. Seketika itu pun tanah bergetar," tulis Fahmi di akun Facebook miliknya.

"Yang pertama terasa pijakan kakiku seperti turun kemudian tanah naik dan disusul goyangan yang durasinya pun sangat panjang, lebih dari 5 menit," lanjutnya.

Baca juga: Kisah Fitri Bertahan Hidup 3 Hari di Bawah Reruntuhan Hotel Roa Roa

Kemudian, ia teringat istri, anak, dan ibunya di kamar, lalu ia segera bergegas menyelamatkan keluarganya meskipun terdengar beberapa teriakan warga menyuruhnya ke luar gedung.

Dengan sekuat tenaga, Fahmi mencoba menuntun keluarganya ke luar rumah secara perlahan, meski badan tidak bisa mengimbangi kuatnya getaran tanah. Tubuh mereka sempat terpental ke tembok. Alhasil, Fahmi dan keluarganya berhasil ke luar rumah dengan selamat.

Di pinggir jalan, mereka menyaksikan bangunan-bangunan bergerak ke segala arah dan juga teriakan histeris dari para korban lainnya. Ibu dan istri Fahmi pun ikut menangis, sementara anaknya yang berusia 2 tahun terus didekapnya.

Tak menyerah, Fahmi tetap menuntun mereka mencari tempat yang terbuka agar tidak ada reruntuhan yang menimpa Fahmi dan keluarganya. Beruntung, mereka dapat berkumpul dengan kerabat yang telah lama menetap di Kota Palu.

"Kami semua saling merangkul. Kalimat istghfar tidak ada habis kami ucapkan," ucap Fahmi.

Gempa terus menerus terjadi

Kerusakan akibat gempa dan tsunami di Pelabuhan Wani 2, Kecamatan Tanatopea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10/2018). Gempa yang terjadi di Palu dan Donggala mengakibatkan 925 orang meninggal dunia dan 65.733 bangunan rusak.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Kerusakan akibat gempa dan tsunami di Pelabuhan Wani 2, Kecamatan Tanatopea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10/2018). Gempa yang terjadi di Palu dan Donggala mengakibatkan 925 orang meninggal dunia dan 65.733 bangunan rusak.
Hampir dua jam gempa tak berkesudahan terjadi dengan kekuatan yang perlahan-lahan menurun. Setelah itu, kembali disusul gempa-gempa kecil hingga pagi hari.

Situasi diperparah karena putusnya akses komunikasi dari empat provider di Palu. Listrik pun masih padam tidak tahu sampai kapan. Hal ini membuat korban-korban gempa semakin terisolasi.

Sekitar pukul 19.00 Wita, ribuan orang berbondong-bondong mencari tempat aman. Ada yang berjalan kaki hingga puluhan kilometer. Ada pula yang naik mobil dan motor.

Lalu, Fahmi mencoba menanyai orang-orang ke mana tujuan mereka, beberapa mengatakan akan mencari tempat lebih tinggi.

Baca juga: Kisah Heroik Anthonius Gunawan Agung di Balik Duka yang Melanda Palu

Fahmi dan keluarganya sempat terpikirkan untuk ikut, namun mengingat istrinya tengah hamil tua (dengan perkiraan hari perkiraan lahirnya 28 September) ia mengurungkan niatnya.

Ancaman tsunami yang menjadi momok bagi sebagian warga juga disembunyikan Fahmi dari keluarganya.

"Saya pun mencoba berpikir positif. Letak geografis rumah saya berada di tempat tinggi. Jadi ancaman tsunami sangat kecil," ucapnya.

Pada malam hari, mereka dibuat panik dengan gempa susulan hingga pagi masih terus terjadi. Ketakutan sanak keluarga pun menjadi. Akan tetapi, Fahmi berusaha menenangkan mereka. Hingga tengah malam tak terhitung jumlah gempa yang terjadi.

Fahmi pun mengambil tikar dan membentangkannya di bahu jalan. Istri dan ibunya pun mencoba beristirahat di sana. Anak yang digendongnya telah tertidur dan diletakannya di tikar tersebut. Ini menjadi pengalaman pertamanya tidur di luar kamar.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com