Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nadran dan Ider Ider Tulang Dinosarus di Cirebon

Kompas.com - 01/10/2018, 09:14 WIB
Windoro Adi,
Heru Margianto

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Di hari Minggu (23/9/2018) nan terik, ribuan orang memadati Jalan Raya Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, hingga Jalan Siliwangi, Kota Cirebon. Jaraknya sekitar 4 kilometer. Ratusan pedagang kaki lima yang sebagian  besar dadakan, mengokupasi seluruh trotoar hingga bahu jalan.

Warga bersorak saat ider ider (Bali: ogoh ogoh, atau patung besar yang diarak) melintas. Mereka yang membawa kamera telepon pintar cepat beraksi menangkap momen ini.

Maklum, inilah acara pawai nadran atau sedekah laut terbesar di kawasan Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka, Jawa Barat. Seperti tak ingin melewatkan peristiwa tersebut, para ibu yang menggendong dan anaknya, mendekati ider ider.

Ada sekitar 200 ider ider yang muncul dalam pawai ini. Ider ider dibuat warga di setiap kampung ke Kecamatan Gunung Jati.

Warga RT 12 RW 04 Desa Jatimerta, membuat ider ider Paksi Naga Liman (mahluk berkepala gajah, berbadan naga, bersayap garuda) dengan tinggi 2,5 meter dan panjang 4 meter.

“Kami membuatnya bersama-sama dengan biaya Rp 3 juta,” ujar salah seorang pembuat ider ider itu, Adrianto (18).

Warga di Blok Pekuncen, Desa Astana, membuat ider ider Pangeran Adipati Keling. Adipati Keling adalah juru kunci makam pertama Makam Sunan Gunung Jati, wali penyebar agama Islam di Cirebon.

Sang Adipati mengenakan mahkota dan duduk di dalam singgasana dengan asap kemenyan di hadapannya. Tinggi ider ider 4,8 meter dengan panjang mencapai 8 meter. Dari balik kendaraan yang membawa ider ider, terdengar rekaman shalawatan.

“Biaya membuat ider ider ini, Rp 10 juta. Kami berdagang pakaian untuk mengumpulkan dana. Ada belasan warga mengerjakan ider-ider ini selama 1,5 bulan tanpa dibayar. Ini semua gotong royong,” ujar Syahron (25), bendahara panitia Blok Pekuncen.

Nasirudin, penjaga makam Sunan Gunung Jati 21 tahun terakhir sekaligus penasihat panitia nadran, mengatakan, hadirnya ider-ider Adipati Keling ini juga sebagai sebuah kritik kepada Pemerintah Cirebon yang dinilai kurang memerhatikan 121 pengurus makam.

“Selama ini, kami hidup dari sumbangan peziarah,” ucapnya sembari memegang mangkok berisi uang koin dan kertas.

Nazar Keraton Singapura

Nadran berasal dari asal kata nazar. Filolog naskah naskah  kuno Cirebon, Opan Rahman Hasyim yang dihubungi terpisah, Sabtu (22/9/2018), menjelaskan, Raja Keratuan Singapura (1373-1445), Ki Gedeng Tapa bernazar, jika putrinya, Nyimas Subang Kranjang (atau Subang Larang, atau Suweng Rancang, atau Kencana Larang) berhasil menamatkan belajar Al Quran, Ki Gedeng Tapa akan mengarak putri hasil pernikahan Ki Gedeng Tapa dengan Siti Syarifah ini, dari Bukit Sembung ke Singapura yang  beribukota di Mertasinha atau Mertasinga (kini nama satu desa di Kecamatan Gunung Jati).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com