Sementara itu Eko Purnomo (37), sejak mediasi kedua tidak pernah terlihat di rumahnya.
Kepada Kompas.com, Eko mengatakan meski keluarga Imas telah membantunya dengan menghibahkan sebagian tanah untuk jalan menuju rumahnya, Eko tetap belum puas.
Baca: Eko: Seharusnya yang Beri Akses Jalan Ibu Rohanda, Bukan Ibu Imas
"Bukan masalah jalannya ada atau tidak, tapi hukum ditegakkan dan aturan dipakai. Jadi bukan masalah sekedar dikasih jalan. Saya masih mengacu ke sertifikat BPN dan sampai sekarang masih terus lanjut usaha terus berjalan. Kalau itu sudah ada jalan pakai pita silakan mungkin itu bentuk kegembiraan mereka, tapi bagi saya sih tidak sama sekali," tuturnya.
Eko menjelaskan, alasan pembuatan jalan tersebut hanya sampai batas rumah keluarga almarhum Imas. Hal tersebut memang berdasarkan permintaan keluarganya agar tidak ada yang berubah dalam denah sertifikat yang dimilikinya.
"Itu permintaan pihak kami dan keluarga sudah biarkan gitu saja dengan alasan kita tetap mengacu sertifikat. Karena kalau dibongkar kan itu bangunan berubah lagi, kenapa mengacu ke sana, buat apa dibongkar karena dari awal yang saya mau yang sesuai sertifikat," jelasnya.
Dengan adanya jalan itu, Eko menganggap bahwa itu sekedar solusi pemerintah secara sosial. Namun bukan berarti mengindahkan tuntutan jalan yang dimintanya yang sesuai dengan denah sertifikat yang dimilikinya.
"Tetap akan saya perjuangkan, dan semua bukti itu ada bahwa rumah Ibu Rohanda, PBB ada di saya dari tahun 1982 -2016, karena itu saya dapat 2 PBB rumah saya dan jalan fasos fasum itu," jelasnya.
Eko Tuntut Fasos-Fasum
Tidak sampai situ, bahkan Eko telah membuat surat untuk Jokowi yang rencananya bakal dilayangkan hari ini atau besok. "Saya sudah bikin surat ke Jokowi, Insya Allah hari ini atau besok akan saya layangkan ke beliau," ujarnya.
Bahkan pihaknya pun mengaku telah mendapatkan pengacara yang bakal membantu. Pengacara itu sudah melayangkan surat berisi somasi ke Pemkot Bandung. Namun apabila surat tidak ditanggapi pihaknya berencana mendatangi BPN pusat di Jakarta.
"Pengacara pun sudah menyomasi, mungkin surat sudah diterima oleh Pemkot Bandung, ya tinggal nunggu saja satu minggu ke depan, seumpama senin tidak ada tanggapan saya sudah konfirmasi ke pengacara mungkin senin akan langsung ke BPN pusat ke jakarta," terangnya.
Hal tersebut, katanya, dilakukan bukan berarti dirinya tidak percaya pada Pemerintah Kota Bandung. Hanya saja Eko merasa tidak puas bahkan kecewa dengan solusi yang ada.
Seolah-olah pemerintah tidak meluruskan persoalan yang sebenarnya, yakni keberadaan fasos fasum dalam denah sertifikat yang dimiliki Eko.
"Terus terang saja intinya tidak merasa puas, sudah bener jalan dan ada yang salah kok masih dilindungi. Ada oknum yang bersalah tapi kok melenggang begitu saja, seolah-olah menutupi kejadian ini dengan solusi jalan ada, lalu berhenti, karena yang namanya solusi itu dijalankan, aturan hukum dijalankan, adil dapat, hak dapet," tegasnya.