Dimaki, tetapi pantang menyerah
TBM Sakila Kerti yang memiliki koleksi 400 buku kala itu diharapkan menjadi sarana baca gratis bagi pedagang, pengamen, pengemis, sopir, kernek, penumpang dan warga terminal lainnya. TBM Sakila Kerti melayani pengunjung sejak pagi hingga malam.
Meski bertujuan mulia sebagai langkah awal untuk memutus rantai kebodohan, ternyata itu bukan perkara yang gampang. TBM Sakila Kerti terlihat asing bagi para penghuni terminal yang tidak mengamini keberadaannya saat itu.
Ya... di awal perjalanan menyebarkan virus literasi, Yusqon sendiri mengaku jamak mengalami serentetan kejadian yang tidak menyenangkan. Entah itu berujung menganggu mental dan jiwanya, mulai dari cibiran, ancaman, pemalakan dan sebagainya.
"Awal saya datang di terminal ini berangkat dari nol. Saya tidak kenal siapa pun. Stiker dan spanduk tentang TBM Sakila Kerti yang saya pasang di sudut-sudut terminal berkali-kali dirobek. Saya juga dimaki, dipalak dan bahkan ban motor saya sering dikempesin hingga pentilnya dibuang. Jarak dari rumah ke terminal sekitar 7 kilometer. Saya jalani itu dengan ikhlas, sebab saya yakin pendidikan akan mengubah segalanya menjadi lebih baik," ungkap Yusqon, pria kelahiran 9 April 1965 ini.
Yusqon yang telah bertekad mengentaskan buta aksara terus mencetuskan terobosan untuk menyedot pengunjung TBM Sakila Kerti. Pendekatan demi pendekatan guna menarik simpati warga terminal pun bertahap digencarkan. Saat itu, Yusqon hanya dibantu beberapa relawan termasuk istrinya, Sismiyati (50).
"Sering saya adakan pergelaran seni budaya dan pengajian di terminal Kota Tegal yang isinya menyinggung pentingnya pendidikan. Alhamdulilah, perlahan TBM Sakila Kerti mulai ada pengunjung hingga puluhan per harinya. Kini tercatat yang mendaftarkan diri menjadi pembaca di TBM Sakila kerti sekitar 100 orang. Saya merintis sendiri dengan istri selama dua tahun. Setelah itu baru ada relawan. Kini total relawan yang aktif 15 orang," kata Doktor jebolan Unnes ini.
Menyantrikan para preman
Sepak terjang bapak tiga anak ini dalam mengayuh TBM Sakila Kerti ternyata sampai juga ke telinga Pemerintah. Apresiasi dari berbagai pihak pun turut serta mengiringi laju TBM Sakila Kerti.
Tak hanya sekadar menjadi ruang baca, dalam perkembangannya TBM Sakila Kerti juga mulai bertransformasi menjadi sekolah baru bagi penduduk terminal yang mayoritas berusia di atas remaja. Langkah ini merupakan inovasi Yusqon yang dinamainya "Ladis Song Malam".
Ladis Song Malam sendiri kepanjangan dari Layanan dengan Inovasi Simultan untuk Pengasong Masyarakat Lansia Terminal. Target utama dari penerima manfaat kegiatan "Ladis Song Malam" adalah masyarakat miskin dan masyarakat yang termarjinalkan.
Karena menjadi pusat pendidikan non formal, TBM Sakila Kerti pun diperluas menjadi 6 meter x 15 meter, terbagi menjadi beberapa ruangan.
Untuk memanjakan pengunjung terminal dan para pembaca, di halaman depan TBM Sakila Kerti dioperasikan "Gerobak Literasi". Siapapun bisa bersantai sejenak membaca-baca buku gratis sambil menikmati minuman dan makanan yang dibeli di Gerobak Literasi.
Ada beberapa meja dan kursi yang tersedia di Gerobak Literasi. Sepekan sekali, para relawan TBM Sakila Kerti juga berkeliling ke terminal Kota Tegal untuk meminjamkan buku. Hingga saat ini koleksi buku TBM Sakila Kerti sudah sekitar 20.000 buah.
"Rumah akan berkesan baik jika penghuninya baik. Secara rutin kami bekali ratusan penghuni terminal mengaji dan belajar agama. Kami bimbing melalui buku-buku bernuansa agama. Silakan buku dibaca dan dibawa pulang. Ada kelas-kelasnya dengan beberapa pengajar. Yang tidak bisa membaca dan menulis, kami ajari sampai tuntas. Istilahnya kami menyantrikan para preman," tutur Yusqon.