Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Baca Bakau, Merawat Mimpi Anak-anak di Balik Hutan Mangrove

Kompas.com - 26/09/2018, 22:49 WIB
Iqbal Fahmi,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

Pada 8 Juli 2012, dia menggagas sebuah rumah baca dengan harapan dapat mengangkat kemampuan literasi masyarakat Desa Percut. Hanya berbekal 50 buku bekas, Ismail mulai bergerilya mengajak anak-anak pesisir untuk bergabung dengan Rumah Baca Bakau.

“Saya meyakini jika membaca merupakan pintu awal melepaskan jeratan masalah di Desa Percut. Dengan membaca, wawasan mereka tentang pentingnya kelestarian lingkungan akan terbuka dengan sendirinya,” katanya.

Namun jalan perjuangan tak pernah semulus harapan. Seperti masyarakat pesisir pada umumnya, karakter kepribadian masyarakat Desa Percut pun cenderung keras.

Hal ini memaksa Ismail yang menyelesaikan program Master of Arts (MA) Bidang Komunikasi Lingkungan, University Of Texas At El Paso tersebut berjibaku dengan friksi-friksi sosial.

Waktu adalah obat yang paling mujarab. Enam tahun berproses, saat ini Rumah Baca Bakau telah memiliki lima relawan yang tanpa pamrih mendampingi anak-anak binaan. Mereka para pejuang literasi tersebut adalah Juhaina Amin, M Kholidi, Maulidayani, Liala Rahmani dan Siti Rusiam.

“Saat ini kami memiliki 100 anak binaan dan telah memberikan 300 kartu anggota perpustakaan. Berkat dukungan dan donasi dari berbagai pihak, Rumah Baca Bakau juga telah memiliki 10.000 koleksi buku, mulai dari tema fiksi, novel, cerita bergambar, komik,  pengetahuan  umum, dan majalah,” ungkapnya.

Hapus stigma keliru

Ismail menjelaskan, Rumah Baca Bakau memiliki sejumlah program yang dijalankan rutin selama tujuh tahun berjuang. Program tersebut antara lain visual literasi, literasi sastra, pustaka keliling, literasi lingkungan, literasi budaya, pojok baca, beasiswa, hingga literasi finansial.

Fokus program visual literasi adalah akselerasi level membaca dan menulis anak-anak Desa Percut. Metode program ini adalah pendekatan visual dengan bahan, alat dan media belajar yang biasa ditemukan di lingkungan sekitar kampung.

“Jika kami ingin anak tertarik untuk membaca buku tentang ikan, maka kami akan bawa ikan di depan anak-anak, kami bedah, kami pelajari satu per satu bagian anatominya, bahkan setelah itu kita masak. Tujuannya agar anak-anak memiliki gambaran riil tentang ikan dan semakin menambah antusias anak untuk membaca buku tentang ikan,” ujarnya.

Deli Serdang dulu merupakan wilayah kesultanan yang memiliki kekayaan budaya serta kesusteraan dengan corak melayu. Rumah Baca Bakau hadir di tengah masyarakat yang tengah mengalami degradasi budaya secara signifikan.

Melalui program literasi budaya, Ismail dkk selalu mengenalkan kesenian lokal, seperti tari daerah, adat istiadat dan musik tradisional kepada generasi milenial Desa Percut. Sementara melalui literasi sastra, Ismail ingin mengenalkan kesusasteraan kepada anak-anak hingga mereka mampu menggali sastra itu sendiri.

“Program ini kami lakukan ketika menggelar kemah wisata literasi, kami selipkan juga kegiatan pertunjukan opera  melayu, panggung sastra, bedah buku, puisi, berbalas pantun,  tari dan menyanyi lagu daerah,” ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com