MAGELANG, KOMPAS.com — Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo kembali menegaskan bahwa istilah "emak-emak" terkesan melecehkan untuk panggilan seorang perempuan.
Istilah ini cenderung hanya sebagai bahan guyonan tanpa makna yang luhur.
"Emak-emak kesannya melecehkan, karena kita (perempuan) ibu bangsa sejati sebagai tokoh bangsa, istilah itu hanya candaan, humor, nuansa populer, kita enggak bisa sebagai perempuan dilecehkan," ungkap Giwo seusai menutup Kongres Dewan Perempuan Internasional (ICW) di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (19/9/2018) sore.
Giwo menyatakan, "Ibu Bangsa" merupakan hasil kongres perempuan Indonesia yang digelar dengan penuh perjuangan pada tahun 1935.
Baca juga: Kami Tidak Mau Perempuan Indonesia Dibilang Emak-emak
Tugas perempuan saat ini, lanjut Giwo, adalah bagaimana meneruskan perjuangan perempuan-perempuan menuntut hak sekaligus ikut terlibat dalam pembangunan bangsa.
"Ibu bangsa lahir dari kongres perempuan 1935, bahwa perempuan Indonesia harus jadi ibu bangsa. Kowani lahir tahun 1928 mendapat amanah untuk ikut meningkatkan harkat martabat kaum peremuan, yakni berkarakter dan membela negara," tandasnya.
"Sudah lebih 90 tahun (setelah kongres perempuan 1935), apa yang sudah kita perbuat untuk perempuan Indonesia," sambung Giwo.
Menurutnya, meski saat ini seloroh "emak-emak" makin populer untuk menyebut perempuan, Kowani tetap berpegang pada konsep "ibu bangsa". Konsep ini yang harus diaplikasikan baik sebagai individu, ibu, istri, maupun sebagai anggota dalam masyarakat.
Baca juga: Jokowi Setuju Perempuan Indonesia Bukan Emak-emak, melainkan Ibu Bangsa
"Kita ingin punya peran bagi lingkungan, sekecil apa pun punya arti bagi bangsa, menjadi kebanggan dan role model. Jangan panggil kita emak-emak, tapi Ibu Bangsa," ujarnya.
Sebelumnya, Giwo menyatakan penolakan penggunaan istilah "The Power of Emak-emak" yang banyak ditujukan kepada kaum perempuann Indonesia. Penolakan itu disampaikan Giwo saat memberikan sambutan dalam pembukaan International Council of Women ke-35 di Yogyakarta, Jumat (14/9/2019).
Kongres itu juga dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sejumlah pihak menilai Giwo menyatakan penolakan itu karena ada Jokowi di kongres tersebut.
Namun, Giwo menampik pendapat tersebut. Ia menegaskan Kowani tidak boleh berpolitik praktis. Kowani murni berisi aktivis-aktivis perempuan dari berbagai elemen, mulai pengusaha, Bhayangkari, Persit, hingga akademisi.
"Tidak ada kaitannya dengan kehadiran Bapak Presiden. Kita tegaskan Kowani tidak berpolitik. Kita juga minta jangan mau perempuan-perempuan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu,"
Justru, kata dia, pada kongres itu Kowani menyampaikan kepada Presiden Jokowi deklarasi perempuan Indonesia yang berisi empat hal penting, yakni perempuan Indonesia antikorupsi, antinarkoba, antikekerasan, dan antiradikalisme.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.