SOLO, KOMPAS.com - Lantunan gending gamelan berkumandang di Museum Radya Pustaka Solo, Jawa Tengah, Rabu (19/9/2018). Gending gamelan itu mengiringi prosesi ngisis wayang atau membersihkan wayang di museum tertua di Indonesia.
Ngisis wayang dipimpin koordinator bidang wayang Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah Restu Budi Setiawan.
Prosesi ngisis wayang merupakan rangkaian dari kegiatan 'Suro Bulan Kabudayaan Tahun 2018' yang digelar Museum Radya Pustaka sejak 12 September 2018 hingga 11 Oktober 2018.
Prosesi ngisis wayang diawali dengan pembacaan doa yang dilakukan oleh Kepala UPT Museum Dinas Kebudayaan Kota Surakarta Bambang MBS. Kepulan asap dari pembakaran kemenyan menyeruak di sekitar prosesi ngisis wayang.
Setelah doa dipanjatkan, Restu yang memakai pakaian tradisional Jawa secara perlahan membuka kotak berukuran sekitar 2x1 meter berisi wayang.
Sedikitnya ada 45 wayang yang tersimpan di dalak kotak. Adapun jenisnya ada wayang purwa, madya dan gedog.
Baca juga: Mengenang Masa Kecil Lewat Wayang Suket...
Wayang koleksi Museum Radya Pustaka yang dibersihkan ini merupakan peninggalan masa pemerintahan Pakubuwana (PB) II sekitar tahun 1726 dan Pakubuwana X. Setelah dibersihkan menggunakan kuas cat, kemudian digantungkan pada tali.
Menurut Restu, wayang koleksi Museum Radya Pustaka yang dibersihkan itu usianya sudah tua. Maka, dalam membersihkan wayang membutuhkan perlakukan khusus dan hati-hati.
"Kami tidak bisa memperlakukan seperti layaknya ngisis wayang yang dibuat pada zaman sekarang. Banyak diantara wayang-wayang ini prodonya mengelupas dan menjamur," kata Restu.
Maka dari itu, sambung Restu, ngisis wayang ini harus dilakukan dengan menggunakan kuas cat. Kemudian, karung goni digunakan sebagai alas untuk membersihkan wayang.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan