Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Vaksin MR di Aceh Belum Selesai...

Kompas.com - 17/09/2018, 17:11 WIB
Daspriani Y Zamzami,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

BANDA ACEH, KOMPAS.com – Seorang balita perempuan berusia 2,8 tahun sejenak tampak tenang dan manis saat dibawa ke sebuah warung kopi di pusat kota Banda Aceh. Pipinya tak terlalu montok, tetapi kulitnya putih dan rambutnya kriwil.

Tak ada yang menyangka bahwa bocah bernama Husnul ini tak bisa melihat akibat katarak, tak bisa mendengar karena gangguan pendengaran, dan belum mampu berjalan karena proses pertumbuhan yang tak bagus.

Husnul divonis dokter terinfeksi virus rubella yang menyerang ibunya, Husna (30) saat dia masih berusia 3 bulan di dalam kandungan.

“Saya tidak pernah tahu terserang virus rubella. Saat itu, saya mengalami panas dan demam lalu kulit ruam-ruam merah. Namun, setelah tiga hari semua hilang dan saya merasa normal saja hingga saat melahirkan tiba,” ungkap Husna.

Baca juga: Presiden Jokowi: Vaksin MR untuk Kebaikan Anak-Anak

Perempuan yang bertugas sebagai bidan kontrak di Kabupaten Bireuen ini terpaksa harus bolak-balik dari tempatnya bertugas menuju Kota Banda Aceh untuk melakukan kontrol dan terapi bagi buah hatinya tercinta.

“Husnul terdampak virus rubella, melalui saya saat saya hamil, dan kini virus ini menjadi ancaman bagi anak-anak di Aceh jika anak-anak tidak diimunisasi,” ungkap Husna.

Ancaman untuk generasi muda

Sekretaris Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aceh, dr Aslinar, menyayangkan, program imunisasi measles-rubella (MR) untuk mengantisipasi virus campak dan rubella yang dicanangkan pemerintah pusat belum mencapai hasil maksimal dan tidak berjalan optimal di provinsi tersebut.

Baca juga: Hebohnya Emak-emak di Medan, Tak Mau Jalan meski Sandiaga Sudah Kibarkan Bendera Start

Hingga memasuki bulan kedua program imunisasi MR massal, capaian angka imunisasi baru mencapai 7 persen dari keseluruhan proses yang ada.

“Bulan pertama pencanangan imunisasi MR pada bulan Agustus terhenti otomatis karena edaran yang menyebutkan bahwa serum berasal dari bahan yang tidak halal sehingga pemerintah di Aceh meminta ditunda pelaksanaan imunisasi. Namun setelah pernyataan boleh menggunakan dari pihak MUI diedarkan, hingga kini belum ada realisasi pelaksanaan program imunisasi MR dilaksanakan kembali,” ungkap dr Aslinar.

Menurut dia, para dokter berharap, pemerintah Aceh bisa kembali mengeluarkan seruan untuk bisa melaksanakan program imunisasi MR di masyarakat agar anak-anak bisa terlindungi dari penyakit yang membuat kualitas hidup anak menjadi buruk.

“Jika kualitas anak-anak di Aceh nantinya tidak baik, otomatis ini menjadi ancaman bagi kita karena nanti kita akan mendapatkan generasi penerus yang tidak bisa tumbuh dengan baik,” tuturnya.

Baca juga: 2 Anak Meninggal karena Difteri, Orangtua Diminta Tak Tolak Imunisasi

Dita Ramadonna, perwakilan UNICEF di Aceh, mengatakan, hanya 4 kabupaten/kota di Aceh yang capaian partisipasinya memberikan vaksin MR lumayan baik, yaitu Kabupaten Singkil 20 persen, Gayo Lues 17 persen, Sabang 13 persen dan Subussalam 12 persen.

Berdasarkan pantauan UNICEF di lapangan, dari 5.000 pelajar di Banda Aceh, hanya 8 orang yang bersedia divaksin MR. Kondisi ini, lanjut dia, tentunya memprihatinkan karena dampak rubella masih cukup tinggi di Aceh.

Tingkat penderita campak dan rubella di Aceh pada tahun 2018 dilaporkan juga meningkat tajam dari tahun 2017 yaitu 3 orang menderita campak, 4 orang menderita rubella dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 16 orang penderita rubella.

Bersambung ke halaman 2: Sempat dihentikan sementara oleh Plt Gubernur

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com