KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch atau ICW memeprtanyakan alasan dana perbaikan rumah korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat, belum dicairkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB.
Selain itu, ICW juga mendesak aparat mengusut tuntas kasus korupsi dana rehabilitasi gempa yang melibatkan anggota DPRD Kota Mataram. Desakan ICW menambah deretan fakta terbaru terkait bencana gempa di Lombok, NTB.
Berikut sejumlah fakta terkait bencana gempa di Lombok, NTB.
Munculnya kasus korupsi dana kemanusiaan bagi korban gempa di Lombok sungguh memprihatinkan. Mirisnya, salah satu dugaan pelaku adalah anggota DPRD Kota Mataram.
Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina meminta Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengganjar pelaku dengan hukuman maksimal meski barang bukti yang ditemukan hanya Rp 30 juta.
“Alat buktinya seberapa pun tetap penting ditindaklanjuti berapa pun nilai uang yang dikorupsi oleh tersangka korupsi,” ujar Almas di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/9/2018).
Diketahui, tiga orang yang diamankan adalah anggota DPRD kota Mataram berinisial HM, Kepala Dinas Pendidikan berinisial SD, dan seorang kontraktor, CT.
Mereka ditangkap di sebuah warung di kawasan Cakranegara, Kota Mataram, Jumat (14/9/2018).
Selengkapnya baca: ICW Minta Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Dana Rehabilitasi Gempa Lombok Dihukum Maksimal
Dana bantuan bagi warga yang terdampak gempa Lombok hingga kini belum cair. Padahal, Presiden Joko Widodo sudah menyerahkan rekening kepada 5.293 warga yang rumahnya rusak berat, masing-masing berisi dana Rp 50 juta, sejak Minggu (2/9/2018) lalu.
"Dana bantuan perbaikan rumah kepada warga yang terdampak gempa di Lombok belum dapat dicairkan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, kepada Kompas.com, Jumat sore.
Sutopo mengatakan, dana bantuan tersebut belum cair karena petunjuk teknis dan petunjuk pelaksananya belum selesai.
Tenaga fasilitator yang akan mendampingi warga membangun rumah juga masih dibentuk dan dilatih. Begitu juga kelompok masyarakat (pokmas) yang akan terlibat dalam pembangunan itu juga belum dibentuk.