Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Yogyakarta Minta Pemkab Tegas soal Peternakan di Gunung Sewu

Kompas.com - 14/09/2018, 20:35 WIB
Markus Yuwono,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta meminta Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menutup kawasan peternakan di kawasan Gunung Sewu.

Sebab, dikhawatirkan jika dibiarkan akan merusak ekosistem di kawasan warisan Gunung Sewu Unesco Global Geopark.

"Kami berharap Pemkab Gunungkidul bertindak tegas dengan menutup peternakan dan dilakukan penyegelan seluruh aktivitasnya," kata Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta Halik Sandera saat dihubungi Jumat (14/9/2018) petang.

Menurut dia, berbagai kerugian didapatkan jika tetap menjadikan kawasan tersebut sebagai lokasi peternakan. Diantaranya,  bukit karst (conical hills) yang selama ini digunakan sebagai resapan air.

Apalagi, November 2017 lalu, pernah terjadi banjir besar di sekitar Desa Pacarejo, Semanu, lokasi peternakan ayam milik PT. Widodo Makmur Unggas.

"Gunungnya dikepras itu berdampak korositas air hujan. Artinya air hujan akan menjadi air permukaan, karena tidak bisa masuk ke dalam tanah. Tahun lalu, Gunungkidul punya pengalaman banjir, salah satunya di Semanu. Seharusnya pengalaman ini diperhatikan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul," jelasnya.

Baca juga: Pemkab Melunak pada Peternakan Ayam di Geopark Gunung Sewu

Selain itu, pengelolaan limbah dari peternakan nantinya tidak bagus dan meresap.

"Terkait sungai bawah tanah di Gunungkidul ada hewan endemik, kalau dipaksakan terjadi pencemaran berdampak punahnya hewan endemik. Air tercemar sehingga terjadi perubahan ekosistem didalamnya,"ucap Halik.

Dia menambahkan, langkah awal Pemkab harus tegas. Jika sudah memberikan SP II, seharusnya SP III tidak terlalu lama.

"Pemkab harus melakukan penyegelan di lokasi, dan memastikan tidak ada aktivitas disana, Kedepan pemkab menuntut kewajiban perusahaan itu untuk melakukan pemulihan terhadap kawasan. Jika pengusaha tidak mau pemkab harus mau membongkar bangunan yang ada,"tandasnya.

Halik yakin, pemilik peternakan ayam tersebut belum mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Kalaupun pemilik mengantongi izin, hal tersebut patut dipertanyakan karena Geopark Gunung Sewu adalah kawasan lindung.

Mengacu pada peraturan, menurut dia, pemberian perizinan tidak hanya RTRW kabupaten Gunungkidul, juga harus melihat keputusan menteri terkait bentang alam kawasan karst.

"Itu nilai negatif bagi Pemkab Gunungkidul karena selama ini melakukan pengembangan ekowisata di titik-titik kawasan itu. Ini akan mempunyai dampak yang cukup besar di banyak aspek, terhadap pengakuan dunia dan dampak di lokal. Penghancuran bentang alam bisa jadi tidak memperpanjang status geopark dunia,"ucap Halik.

Sementara ketika dikonfirmasi soal kejelasan pengiriman surat peringatan kepada PT. Widodo Makmur Unggas, Sekretaris Daerah Gunungkidul Drajat Ruswandono belum bisa memberikan jawaban yang jelas.

"Saya barusan dari Jakarta,enggak usah diperpanjang lagi," katanya singkat.

Pegiat wisata di Desa Pacarejo yang juga ketua Asosiasi Wisata Gua Indonesia, Cahyo Alkantana mengaku khawatir dengan adanya peternakan.

Sebab, selama ini dirinya belum pernah diajak duduk bersama terkait pengelolaan limbah peternakan tersebut.

Di bawah lokasi peternakan ayam tersebut ada simpul sungai bawah tanah sesuai dengan pemetaan tahun 1982 untuk Proyek Pengembangan Air Tanah (P2AT).

"Dibawahnya itu (peternakan) ada simpul sungai bawah tanah. Itu nantinya airnya keluar di Baron. Saat ini belum terasa dampaknya, tetapi beberapa tahun lagi bagaimana?,"katanya.

Sebelumnya, Kepala Unit Peternakan semanu PT, Widodo Makmur Unggas, Hanan Rustandi mengatakan, pihaknya tidak bisa menjawab mengenai proses perizinan karena diurus oleh manajemen.

Namun demikian, dirinya memastikan untuk limbah tidak akan mencemari kawasan karst.

"Saya perlu klarifikasi bahwa limbah yang kami hasilkan ini berbeda dengan peternakan ayam seperti di kandang bambu yang kotorannya akan bermasalah, sebab kami sudah ada mekanisme menangani limbah jadi pupuk organik bermanfaat,"kata Hanan.

Limbah ini akan dijadikan pupuk yang dikomposisi secara alami. Saat ini pupuk tersebut, lanjutnya, sudah dipesan petani Gunungkidul.

"Jadi mana mungkin ini kami buang (kotoran ayam) kalau bisa bermanfaat dan jadi uang,"katanya.

Baca juga: Perjalanan Gunung Sewu Jadi Geopark Global dan Kasus Peternakan Ayam (4)

Hanan mengatakan pihaknya tetap memiliki limbah air dari hasil pembersihan kandang atau sisa-sisa minuman ayam.

Untuk mengantisipasi hal itu, pihaknya menggunakan sistem air minum modern yang bewujud seperti dot bayi. Sehingga, ayam langsung minum.

Pihaknya menampung limbah air hasil pembersihan kandang menggunakan tata kelola IPAL sesuai standar perusahaan besar lainnya.

"Sehingga saya janji tidak akan ada limbah yang mempengaruhi lingkungan seperti yang ditakutkan. Saya jamin itu,"ucapnya. 

Kompas TV Mesin pesawat tiba-tiba mati sehingga pilot berusaha mendarat darurat di Pangkalan Gading.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com