KOMPAS.com - Berdasar data kerusakan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 8 September 2018, total kerugian mencapai Rp 10,15 triliun.
Selain itu, kondisi pengungsi mulai terancam sejumlah penyakit, salah satunya malaria.
Berikut fakta terbaru bencana gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kajian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 8 September 2018 menunjukkan, kerugian ditaksir mencapai Rp 10,15 triliun.
"Ini masih kajian cepat. Masih harus diverifikasi lagi," kata Kepala BNPB, Willem Rampangilei, Senin (10/9/2018).
Total nilai kerugian tersebut terdiri dari kerusakan sekitar Rp 2 triliun, dan kebutuhan penanganan bencana diperkirakan senilai Rp 8,63 triliun.
Berikut detail data kerusakan dari BNPB, jumlah rumah rusak yang terdata sejauh ini mencapai 167.961 unit. 64,01 persen di antaranya atau sekitar 107.509 unit telah terverifikasi.
"Yang rusak berat 32.970 unit, rusak sedang 19.967 unit, dan rusak ringan 54.572 unit," kata dia.
Lalu, 214 infrastruktur yang terdampak, terdiri atas jembatan, jalan, terminal bus, dermaga, irigasi, embung, dan SPAM.
Adapun sarana pendidikan yang terdampak sebanyak 1.194 unit, terdiri atas 264 PAUD, 639 SD, 155 SMP, 72 SMA, 56 SMK, dan 8 SLB.
Gempa juga mengakibatkan 321 fasilitas kesehatan, 1.143 tempat ibadah, dan 950 fasilitas perdagangan mengalami kerusakan. Adapun jumlah korban meninggal dunia mencapai 564 jiwa, 1.469 jiwa luka-luka dan lebih dari 396.000 jiwa mengungsi.
Baca Juga: Pascagempa di Lombok, BNPB Perkirakan Pengungsi Mencapai 20.000 Orang
Puluhan pengungsi di Desa Bukit Tinggi, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, mulai terjangkit malaria tropika.
Penyakit ini termasuk membahayakan dan sebagian besar yang terserang adalah anak anak.